Perlindungan untuk PRT, Stop Rasisme dan akhiri Perbudakan Moderen
Ratifikasi C189
Stop diskriminasi
Stop Rasisme
Segera Akhir Perbudakan modern!
Buruh Rumah Tangga adalah Buruh yang harus diakui!!
Sahkan Konvensi Kerja Layak PRT dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga!
Jutaan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Asia Pasifik Terus Alami Eksploitasi Butuh Perlindungan Hukum Segera, Lawan Rasisme dan Hapuskan Perbudakan Modern
Berdasarkan data ILO, secara global satu dari 13 perempuan yang bekerja, dipekerjakan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Diperkirakan terdapat 52 juta PRT di seluruh dunia dimana 41 persen berada di Asia Pasifik.
Diperkirakan sebanyak 1,9 juta pekerja rumah tangga di Asia Pasifik mengalami eksploitasi. Jutaan perempuan terpaksa bermigrasi ke kawasan Asia Pasifik untuk bekerja sebagai PRT termasuk dari Indonesia.
Catatan dari Protokol Palermo mengingatkan sebuah kewajiban bagi setiap pemerintah di kawasan untuk bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan guna mencegah PRT menjadi korban tindak pidana Perdagangan Orang. Sebab Perdagangan Orang merupakan kejahatan yang mengerikan.
PRT dipekerjakan di rumah pribadi, memberikan layanan seperti membersihkan rumah, mencuci, berbelanja, memasak, menjaga, mengurus anak serta orang tua jompo. Tanpa jam kerja yang pasti dan jam lembur sehingga PRT sangat rentan untuk menjadi budak.
Ketika bicara keadilan dan kesetaraan, pemimpin, penyelenggara negara, para tokoh, atau kita, sering melupakan PRT. Kami terus disulitkan agar bisa hidup sejahtera dan kami tidak mau menitipkan nasip kami pada siapapun. Kami tak bisa sekolah tapi kami terus membantu banyak keluarga dapat mengakses sekolah, mendapatkan pendidikan dan menikmati hasilnya. Kami tidak mendapat apapun selain terus dihisap tenaga dan menjadi budak.
Kami adalah Pekerja Rumah Tangga disingkat PRT. Banyak orang masih menyebut kami “pembantu”. Padahal kami adalah juga Pekerja sebagai sebutan untuk menyamakan posisi hukum kami sebagai orang yang “bekerja,” bukan hanya “membantu”. Faktanya kami bekerja, bahkan lebih dari pekerja umumnya apabila dibandingkan waktu, upah, dan ketentuan kerja. Sebutan "Pekerja" itu adalah untuk menjadikan pekerjaan ini lebih adil. Lebih setara. Lebih sejahtera.
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi "kemanusiaan” begitu bunyi Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 Ayat (2).
Cukup sudah Suningsih, Sunarsih, Sutini, Mariani, atau Marlena yang mengalami kekerasan oleh majikan di dalam negeri. Cukuplah sudah Nirmala Bonet, Sumiati dan Erwiana mengalami kekerasan oleh majikan kami di luar negeri. Cukup sudah Wilfrida, teman kami yang ketakutan karena kini diancam hukuman mati di Malaysia. Cukup!
Sebagai tuntutan, kami menuntut sebuah undang-undang untuk perlindungan PRT dan keluarganya. Pemerintah negara-negara pengirim dan PRT harus segera menjadikan Konvensi ILO 189 tentang Kerja layak PRT sebagai acuan peraturan perundanganan untuk perlindungan PRT di dalam dan luar negeri. Konvensi ini harus menjadi acuan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan amandemen UU No.39 Tahun 2004 PPTKILN atau UU Perlindungan Pekerja Migran yang baru.
Di bawah perlindungan hukum, PRT tidak menikmati perlindungan yang sama dengan pekerja-pekerja lainnya. Mereka seringkali hidup dengan upah yang menyedihkan dalam kondisi yang buruk, dan dihambat untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh majikan-majikan mereka.
Tidak boleh lagi ada penundaan pengesahan Undang-undang perlindungan PRT, yang akan berkembang menuju penguatan perlindungan hukum. PRT memiliki hak-hak yang sama dengan pekerja lainnya dimanapun, jadi tidak ada alasan mengapa PRT tidak mendapat kepastian hukum.
Bila Konvensi diratifikasi dan RUU ini disahkan, maka perjuangan PRT akan lebih mempunyai landasan dan kekuatan. Tak boleh ada lagi upah rendah, dipotong, ditunda, atau tidak dibayar. Tak boleh ada lagi kerja tanpa cuti, libur atau batas jam kerja layak 12-16 jam/hari yang merusak kesehatan dan daya hidup PRT. Tak boleh ada lagi yang tewas dianiaya, diperkosa atau dibunuh. Perbudakan modern harus dihapuskan.
Segera Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT dan sahkan RUU PPRT! Mereka mengerjakan tugas dalam yang memungkinkan anggota rumah tangga menjalankan berbagai tugas luar. Mereka adalah pekerja yang sangat penting dan dibutuhkan oleh jutaan keluarga.
Mendesak Parlemen dan Pemerintah negara-negara pengirim dan penerima PRT dalam kesempatan sesegera mungkin untuk mengesahkan Undang-Undang Perlindungan PRT dan keluarganya, dan memastikan undang-undang ini sejalan dengan standar-standar internasional.
Secara khusus harus ada pembatasan yang berarti soal jam kerja, jaminan upah dan kondisi hidup yang memadai, secara jelas mendefinisikan masa cuti, dan ketentuan-ketentual legal tentang kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan. Harus ada sarana yang jelas untuk membuat para majikan bertanggung jawab atas kejahatan mereka yang menindas PRT.
PRT, sifat pekerjaannya memiliki kekhasan dalam relasi antara PRT dengan pemberi kerja, lingkup kerja dan tempatnya. PRT dianggap sebagai pekerjaan non-ekonomis sehingga PRT ditempatkan pada posisi yang tidak layak dan jauh dari standard seorang pekerja.
Ketiadaaan perlindungan dan pengakuan terhadap keberadaan pekerjaan sektor domestik menjadikan PRT sebagai salah satu jenis kerja yang paling termarjinalkan dan berada dalam kondisi yang mudah untuk dijadikan obyek eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan.
Kelambanan sikap pemerintah dalam membentuk aturan hukum atau kebijakan yang dapat secara maksimal melindungi PRT merupakan sikap abai atau pembiaran terhadap berbagai kejahatan dan pelanggaran berupa komoditisasi, perbudakan dan atau perdagangan orang terus mengancam PRT. Kejahatan kemausiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat ini jelas sudah ditentang oleh konstitusi dan UU HAM. Sikap abai pemerintah dan DPR yang demikian merupakan tindakan Melawan Hukum.
Nara Hubung
Umi : +85255954419
Indra : +85256256661
Stop diskriminasi
Stop Rasisme
Segera Akhir Perbudakan modern!
Buruh Rumah Tangga adalah Buruh yang harus diakui!!
Sahkan Konvensi Kerja Layak PRT dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga!
Jutaan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Asia Pasifik Terus Alami Eksploitasi Butuh Perlindungan Hukum Segera, Lawan Rasisme dan Hapuskan Perbudakan Modern
Berdasarkan data ILO, secara global satu dari 13 perempuan yang bekerja, dipekerjakan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Diperkirakan terdapat 52 juta PRT di seluruh dunia dimana 41 persen berada di Asia Pasifik.
Diperkirakan sebanyak 1,9 juta pekerja rumah tangga di Asia Pasifik mengalami eksploitasi. Jutaan perempuan terpaksa bermigrasi ke kawasan Asia Pasifik untuk bekerja sebagai PRT termasuk dari Indonesia.
Catatan dari Protokol Palermo mengingatkan sebuah kewajiban bagi setiap pemerintah di kawasan untuk bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan guna mencegah PRT menjadi korban tindak pidana Perdagangan Orang. Sebab Perdagangan Orang merupakan kejahatan yang mengerikan.
PRT dipekerjakan di rumah pribadi, memberikan layanan seperti membersihkan rumah, mencuci, berbelanja, memasak, menjaga, mengurus anak serta orang tua jompo. Tanpa jam kerja yang pasti dan jam lembur sehingga PRT sangat rentan untuk menjadi budak.
Ketika bicara keadilan dan kesetaraan, pemimpin, penyelenggara negara, para tokoh, atau kita, sering melupakan PRT. Kami terus disulitkan agar bisa hidup sejahtera dan kami tidak mau menitipkan nasip kami pada siapapun. Kami tak bisa sekolah tapi kami terus membantu banyak keluarga dapat mengakses sekolah, mendapatkan pendidikan dan menikmati hasilnya. Kami tidak mendapat apapun selain terus dihisap tenaga dan menjadi budak.
Kami adalah Pekerja Rumah Tangga disingkat PRT. Banyak orang masih menyebut kami “pembantu”. Padahal kami adalah juga Pekerja sebagai sebutan untuk menyamakan posisi hukum kami sebagai orang yang “bekerja,” bukan hanya “membantu”. Faktanya kami bekerja, bahkan lebih dari pekerja umumnya apabila dibandingkan waktu, upah, dan ketentuan kerja. Sebutan "Pekerja" itu adalah untuk menjadikan pekerjaan ini lebih adil. Lebih setara. Lebih sejahtera.
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi "kemanusiaan” begitu bunyi Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 Ayat (2).
Cukup sudah Suningsih, Sunarsih, Sutini, Mariani, atau Marlena yang mengalami kekerasan oleh majikan di dalam negeri. Cukuplah sudah Nirmala Bonet, Sumiati dan Erwiana mengalami kekerasan oleh majikan kami di luar negeri. Cukup sudah Wilfrida, teman kami yang ketakutan karena kini diancam hukuman mati di Malaysia. Cukup!
Sebagai tuntutan, kami menuntut sebuah undang-undang untuk perlindungan PRT dan keluarganya. Pemerintah negara-negara pengirim dan PRT harus segera menjadikan Konvensi ILO 189 tentang Kerja layak PRT sebagai acuan peraturan perundanganan untuk perlindungan PRT di dalam dan luar negeri. Konvensi ini harus menjadi acuan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan amandemen UU No.39 Tahun 2004 PPTKILN atau UU Perlindungan Pekerja Migran yang baru.
Di bawah perlindungan hukum, PRT tidak menikmati perlindungan yang sama dengan pekerja-pekerja lainnya. Mereka seringkali hidup dengan upah yang menyedihkan dalam kondisi yang buruk, dan dihambat untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh majikan-majikan mereka.
Tidak boleh lagi ada penundaan pengesahan Undang-undang perlindungan PRT, yang akan berkembang menuju penguatan perlindungan hukum. PRT memiliki hak-hak yang sama dengan pekerja lainnya dimanapun, jadi tidak ada alasan mengapa PRT tidak mendapat kepastian hukum.
Bila Konvensi diratifikasi dan RUU ini disahkan, maka perjuangan PRT akan lebih mempunyai landasan dan kekuatan. Tak boleh ada lagi upah rendah, dipotong, ditunda, atau tidak dibayar. Tak boleh ada lagi kerja tanpa cuti, libur atau batas jam kerja layak 12-16 jam/hari yang merusak kesehatan dan daya hidup PRT. Tak boleh ada lagi yang tewas dianiaya, diperkosa atau dibunuh. Perbudakan modern harus dihapuskan.
Segera Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT dan sahkan RUU PPRT! Mereka mengerjakan tugas dalam yang memungkinkan anggota rumah tangga menjalankan berbagai tugas luar. Mereka adalah pekerja yang sangat penting dan dibutuhkan oleh jutaan keluarga.
Mendesak Parlemen dan Pemerintah negara-negara pengirim dan penerima PRT dalam kesempatan sesegera mungkin untuk mengesahkan Undang-Undang Perlindungan PRT dan keluarganya, dan memastikan undang-undang ini sejalan dengan standar-standar internasional.
Secara khusus harus ada pembatasan yang berarti soal jam kerja, jaminan upah dan kondisi hidup yang memadai, secara jelas mendefinisikan masa cuti, dan ketentuan-ketentual legal tentang kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan. Harus ada sarana yang jelas untuk membuat para majikan bertanggung jawab atas kejahatan mereka yang menindas PRT.
PRT, sifat pekerjaannya memiliki kekhasan dalam relasi antara PRT dengan pemberi kerja, lingkup kerja dan tempatnya. PRT dianggap sebagai pekerjaan non-ekonomis sehingga PRT ditempatkan pada posisi yang tidak layak dan jauh dari standard seorang pekerja.
Ketiadaaan perlindungan dan pengakuan terhadap keberadaan pekerjaan sektor domestik menjadikan PRT sebagai salah satu jenis kerja yang paling termarjinalkan dan berada dalam kondisi yang mudah untuk dijadikan obyek eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan.
Kelambanan sikap pemerintah dalam membentuk aturan hukum atau kebijakan yang dapat secara maksimal melindungi PRT merupakan sikap abai atau pembiaran terhadap berbagai kejahatan dan pelanggaran berupa komoditisasi, perbudakan dan atau perdagangan orang terus mengancam PRT. Kejahatan kemausiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat ini jelas sudah ditentang oleh konstitusi dan UU HAM. Sikap abai pemerintah dan DPR yang demikian merupakan tindakan Melawan Hukum.
Nara Hubung
Umi : +85255954419
Indra : +85256256661
COMMENTS