Perlindungan Pekerja Migran di Korea Selatan
KOBUMI - Sofiyatun, pekerja migran perempuan meninggal karena pendarahan otak, diketahui pekerja ini belum lama bekerja di Korea Selatan. Jenazahnya belum bisa segera dipulangkan karena tidak ditanggung oleh perusahaan. Seluruh biaya akan ditanggung oleh perusahaan dan asuransi jika pekerja meninggal karena kecelakaan kerja. Namun bagi Sofiyatun, yang meninggal karena sakit, biaya berobat dan pemulangan jenazah sangat besar dan harus ditanggung sendiri.
Kedutaan Besar Republik Indonesia atau KBRI Seoul sudah mengetahui kasus ini dan turut berupaya menutup biaya rumah sakit dan pemulangan jenazah. Kondisi kesehatannya menurun di hari pertama kerja sementara ternyata asuransinya belum diurus oleh perusahaan yang mempekerjakannya.
Kronologi Kasus
Sofiyatun berangkat ke Korea Selatan pada 29 Agustus 2023 lalu, dan tiba keesokan harinya di kota Hwaseong. Dia segera dijemput oleh majikannya pada 1 September, dan mulai bekerja pada 2 September di kota Ansan.
Pekerja Perempuan kelahiran 1996 ini adalah seorang pekerja migran yang dikirim untuk bekerja melalui skema penempatan pemerintah atau Government to Government (G2G). Proses perekrutan hingga pemberangkatan semuanya dilakukan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI).
Di hari pertama bekerja, Sofiyatun pingsan, kemudian dilarikan ke klinik terdekat dan mendapat pengobatan. Dia pun tidak bisa lanjut bekerja, sehingga beristirahat di asrama perusahaan. Ketika ditemukan bahwa kondisinya serius, dia dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
Sofiyatun mengalami kondisi pansitopenia, yaitu ketika sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit berada di bawah normal. Trombosit yang seharusnya membekukan darah tidak ada dalam sistem tubuhnya, sehingga terjadi pendarahan masif. Dokter bedah saraf pun disebut tidak bisa melakukan operasi, karena akan lebih membahayakan.
Kedutaan telah menyampaikan kasus ini ke keluarga. bahwa Sofiatun dalam keadaan koma, pendarahan otak, dan tidak bisa dilakukan operasi. Hanya dipasang life support (bantuan hidup). Harapan hidupnya sangat kecil, dan hal itu mereka sampaikan pada keluarga Sofiyatun secara virtual.
KBRI Seoul dibantu oleh penerjemah dari pusat dukungan untuk pekerja asing, serta teman yang dikuasakan oleh keluarga untuk mengurus perihal rumah sakit. Mereka diminta datang ke rumah sakit saat kondisi Sofiyatun memburuk siang itu, dan keluarga kembali dihubungi untuk diberi tahu bahwa fungsi otak Sofiyatun sudah berhenti.
Dokter minta keluarga memperbolehkan life support dihentikan. Keluarga akhirnya mengikhlaskan dan dimulai secara alamiah, dalam artian dikurangi dosis obatnya perlahan-lahan, dan akhirnya di Senin malam pukul 20.30 Sofiatun dinyatakan meninggal.
Butuh biaya ratusan juta
Sofiyatun, yang kesehatannya menurun di hari pertama bekerja, saat itu belum didaftarkan untuk kartu identitas di Korea Selatan, yang menjadi persyaratan untuk memiliki asuransi kesehatan. Hal ini yang diupayakan oleh KBRI Seoul semenjak pekerja migran ini masuk rumah sakit.
Kalau tanpa asuransi kesehatan, total biayanya sekitar 26 juta won (Rp300 juta). Kemudian, sejak asuransi kesehatan didaftarkan, tagihan masih 14 juta won kemarin. Kedutaan sudah meminta agar pihak perusahaan mendaftarkannya per 1 September.
Selain lewat asuransi kesehatan, pihak KBRI Seoul dan pusat dukungan untuk pekerja asing juga mencari upaya lain. Dia mengungkap bahwa ternyata, untuk kasus pendarahan otak bisa mendapat bantuan dari pemerintah melalui rumah sakit. Melalui bantuan tersebut, biaya medis bisa makin berkurang. Bagi keluarga Sofiyatun yang kurang mampu, tidak ada harapan untuk bebas biaya sepenuhnya.
Di Korea Selatan, sistem asuransi kesehatan berbeda dengan BPJS Kesehatan di Indonesia. Yang ditanggung pembiayaannya tidak 100 persen. Rata-rata 60 persen. Ada yang bahkan cuma 20 persen.
Biaya pemulangan jenazah dari Korea Selatan ke Indonesia sangat tergantung wilayah jenazah berada. Karena pesawat pengiriman jenazah biasanya berangkat dari Bandara Incheon, Seoul.
Kalau jenazahnya ada di Busan bawah itu harganya bisa lebih mahal, 1 - 2 juta won. Kalau ke atas lebih murah. Tapi perkiraan range harganya rata-rata antara 7 – 10 juta won. Perkiraan, karena dia dari sekitar Ansan, mungkin sekitar 8 juta won. Sekitar Rp88 juta atau Rp90 juta.
COMMENTS