Kami Butuh Perlindungan Sejati bukan kartu KTKLN
![]() |
Banyak pihak mempertanyakan keseriusan tiga konsorsium asuransi swasta yang menjalankan program perlindungan berbayar kepada BMI. Dari catatan Komisi IX DPR RI diketahui banyak pengaduan dari BMI terkait sulitnya mencairkan klaim asuransi.
Umi Sudarto dari Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) melontarkan kritik terkait tidak transparannya alasan penolakan klaim. Banyak penolakan klaim yang diajukan anggota KOBUMI ditolak tanpa alasan yang jelas walau sudah diperingati oleh BNP2TKI. Selain itu manfaat asuransi tidak pernah secara gamblang disosialisasikan kepada BMI yang ingin berangkat ke luar negeri.
KOBUMI juga mengkritik soal persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh konsorsium asuransi swasta yang sangat rumit dan mengharuskan BMI kembali ke Indonesia terlebih dahulu untuk menyelesaikan klaim. Banyak anggota KOBUMI yang kehilangan mendapatkan klaim asuransi karena di PHK di Hong Kong karena sudah langsung mendapat majikan baru. Sampai saat ini, ketiga konsorsium tersebut tidak memiliki kantor perwakilan di setiap negara tujuan penempatan.
"Kami menuntut agar keberadaan perusahaan asuransi swasta ini lebih baik dibubarkan saja lalu soal perlindungan BMI ini harus ditangani langsung oleh pemerintah. Swasta orientasinya jelas hanya keuntungan dan kami sangat dirugikan karena sistem perlindungan yang diswastakan ini," ujar Umi menutup pernyataanya.
Konsorsium Asuransi Swasta Diawasai OJK
OJK akan terus mengawasi batasan premi yang ditawarkan oleh konsorsium asuransi kepada Buruh Migran Indonesia (BMI) sebagai bentuk pengawasan. Ada persoalan premi dalam asuransi swasta yang merupakan wewenang antara Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dengan konsorsium asuransi TKI yang saat ini terdiri dari Astindo, Jasindo dan Mitra TKI.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK Firdaus Djaelani mengatakan kepada media bahwa asuransi TKI (red: BMI), OJK tidak mau ikut terlibat menetapkan. Namun dalam beberapa hal asuransi umum dan jiwa, memang OJK yang menetapkan. Ini bertujuan untuk mencegah adanya banting-banting harga.
Dari data OJK diketahui bahwa sebelum Agustus 2013, di Indonesia terdapat 10 konsorsium asuransi swasta yang melayani perlindungan berbayar terhadap BMI atau TKI. Namun yang terjadi, ke 10 konsorsium tersebut bersaing ketat dengan memberikan tawaran premi yang murah namun berbading terbalik dengan pelayanan yang minimal.
Karena dievaluasi OJK, Menteri Tenaga Kerja kemudian meresponnya dengan bikin satu konsorsium, apa yang terjadi malah monopoli. OJK minta dibentuk konsorsium lagi, supaya ada perbandingan dan sekarang ada tiga konsorsium yang mengambil keuntungan dari asuransi BMI.
OJK harus mengawasi tiga konsorsium asuransi swasta ini agar tidak melakukan perang premi. Saat ini ketiga konsorsium tersebut mematok premi sebesar Rp400 ribu per BMI untuk jangka waktu dua tahun. Adapun beberapa klaim yang nantinya dibayarkan adalah sebesar Rp85 juta untuk risiko kematian dan Rp7,5 juta untuk risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) atau Intirminit.
Sejak dibentuk Agustus 2013 silam hingga September 2016, ketiga konsorsium tersebut telah meraup premi dengan total Rp413 miliar dengan rincian sebesar Rp145 miliar melalui konsorsium Jasindo, Rp152 miliar melalui konsorsium Astindo dan Rp116 miliar melalui konsorsium Mitra TKI.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non Bank OJK Firdaus Djaelani mengatakan kepada media bahwa asuransi TKI (red: BMI), OJK tidak mau ikut terlibat menetapkan. Namun dalam beberapa hal asuransi umum dan jiwa, memang OJK yang menetapkan. Ini bertujuan untuk mencegah adanya banting-banting harga.
Dari data OJK diketahui bahwa sebelum Agustus 2013, di Indonesia terdapat 10 konsorsium asuransi swasta yang melayani perlindungan berbayar terhadap BMI atau TKI. Namun yang terjadi, ke 10 konsorsium tersebut bersaing ketat dengan memberikan tawaran premi yang murah namun berbading terbalik dengan pelayanan yang minimal.
Karena dievaluasi OJK, Menteri Tenaga Kerja kemudian meresponnya dengan bikin satu konsorsium, apa yang terjadi malah monopoli. OJK minta dibentuk konsorsium lagi, supaya ada perbandingan dan sekarang ada tiga konsorsium yang mengambil keuntungan dari asuransi BMI.
OJK harus mengawasi tiga konsorsium asuransi swasta ini agar tidak melakukan perang premi. Saat ini ketiga konsorsium tersebut mematok premi sebesar Rp400 ribu per BMI untuk jangka waktu dua tahun. Adapun beberapa klaim yang nantinya dibayarkan adalah sebesar Rp85 juta untuk risiko kematian dan Rp7,5 juta untuk risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) atau Intirminit.
Sejak dibentuk Agustus 2013 silam hingga September 2016, ketiga konsorsium tersebut telah meraup premi dengan total Rp413 miliar dengan rincian sebesar Rp145 miliar melalui konsorsium Jasindo, Rp152 miliar melalui konsorsium Astindo dan Rp116 miliar melalui konsorsium Mitra TKI.
COMMENTS