Stop pelibatan swasta dalam penempatan BMI di luar negeri
KOBUMI - Rejim Jokowi lewat Direktorat Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dari Kementerian Tenaga Kerja Indonesia akan mengeluarkan peraturan yang melarang Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) melakukan pelatihan terhadap Buruh Migran Indonesia (BMI).
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir dan bahkan menghilangkan kasus penyekapan yang sering kali menimpa calon BMI yang akan berangkat keluar negeri dan juga tertipu dengan pelatihan kerja abal-abal.
“Kita sedang susun peraturannya, supaya PPTKIS tidak lagi mengurus pelatihan sehingga jangan sampai ada calon BMI dipaksa masuk penampungan (dengan alasan untuk pelatihan) tapi sebenarnya kerja di rumah orang tanpa dibayar,” kata Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Hery Sudarmanto di Hong Kong menemui Komisaris Labour Carlson K.S. Chan.
Dirjen Binapenta itu juga mengatakan bahwa Kemenaker pada akhir 2016 telah mempersiapkan peraturan untuk memisahkan PT yang beroperasi di Tanah Air dengan Balai Latihan bagi calon BMI menjadi dua institusi yang berbeda.
“Nanti PT hanya akan mengurus pemberangkatan BMI ke luar negeri saja. Sementara untuk pelatihan, teman-teman bisa pergi sendiri ke Balai Pelatihan atau Desa Migran,” kata Direktur Umum itu menambahi.
Kemenaker juga telah menyiapkan kira-kira 50 desa migran di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur pada akhir 2016.
Binapenta akan mengawal kualitas Balai Pelatihan ataupun Desa Migran tersebut agar dapat memberikan pelatihan dengan kurikulum yang jelas dan bersertifikat resmi.
“Dengan memisahkan PT dengan Balai Pelatihan ini, kami harap selain nanti akan bisa mengurangi Cost Structure (biaya potongan agen), teman-teman yang berangkat keluar negeri juga benar-benar bisa mendapatkan pelatihan profesional dan saat bekerja keluar negeri itu benar-benar sudah siap,” kata Dirjen Heri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 98 tahun 2012, jumlah cost structure untuk calon BMI yang akan bekerja ke Hong Kong adalah HK$ 13.436.
Bisa diketahui dari jumlah tersebut ada sekitar HK$ 5000 digunakan untuk membayar biaya pelatihan selama 600 jam dan HK$ 2.727 untuk biaya peralatan dan bahan praktek. Juga membayar biaya ujian kompetensi sebesar HK$ 136.
Semua biaya tersebut dibayarkan ke PT dan dijadikan biaya penempatan yang harus ditanggung BMI dengan potongan upah selama 6 bulan.
Dipisahkannya PT dengan Balai Pelatihan tentu saja tidak mengurangi biaya penempatan kecuali negara mau menanggung biaya pelatihan tersebut. Demikian komentar beberapa aktifis buruh migran ketika dikonfimrasi terkait pemisahan ini.
Rencana yang dipaparkan ini adalah bagian dari program Zero Domestic Helper 2017 rejim Jokowi. Tujuannya adalah berusaha mengurangi secara perlahan pengiriman BMI PRT ke luar negeri dan menggantikannya menjadi BMI dengan profesi nurse, caregiver, nanny, baby sitter atau cooker bersertifikat resmi.
Masalahnya kalau dulu yang dikirim PRT murah, besok mungkin yang dikirim adalah Nurse atau Perawat murah, Caregiver atau Pengasuh murah, Nanny atau Pembersih Rumah murah, Baby Sitter atau Penjaga Bayi murah atau Cooker atau Tukang Masak murah.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir dan bahkan menghilangkan kasus penyekapan yang sering kali menimpa calon BMI yang akan berangkat keluar negeri dan juga tertipu dengan pelatihan kerja abal-abal.
“Kita sedang susun peraturannya, supaya PPTKIS tidak lagi mengurus pelatihan sehingga jangan sampai ada calon BMI dipaksa masuk penampungan (dengan alasan untuk pelatihan) tapi sebenarnya kerja di rumah orang tanpa dibayar,” kata Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Hery Sudarmanto di Hong Kong menemui Komisaris Labour Carlson K.S. Chan.
Dirjen Binapenta itu juga mengatakan bahwa Kemenaker pada akhir 2016 telah mempersiapkan peraturan untuk memisahkan PT yang beroperasi di Tanah Air dengan Balai Latihan bagi calon BMI menjadi dua institusi yang berbeda.
“Nanti PT hanya akan mengurus pemberangkatan BMI ke luar negeri saja. Sementara untuk pelatihan, teman-teman bisa pergi sendiri ke Balai Pelatihan atau Desa Migran,” kata Direktur Umum itu menambahi.
Kemenaker juga telah menyiapkan kira-kira 50 desa migran di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur pada akhir 2016.
Binapenta akan mengawal kualitas Balai Pelatihan ataupun Desa Migran tersebut agar dapat memberikan pelatihan dengan kurikulum yang jelas dan bersertifikat resmi.
“Dengan memisahkan PT dengan Balai Pelatihan ini, kami harap selain nanti akan bisa mengurangi Cost Structure (biaya potongan agen), teman-teman yang berangkat keluar negeri juga benar-benar bisa mendapatkan pelatihan profesional dan saat bekerja keluar negeri itu benar-benar sudah siap,” kata Dirjen Heri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 98 tahun 2012, jumlah cost structure untuk calon BMI yang akan bekerja ke Hong Kong adalah HK$ 13.436.
Bisa diketahui dari jumlah tersebut ada sekitar HK$ 5000 digunakan untuk membayar biaya pelatihan selama 600 jam dan HK$ 2.727 untuk biaya peralatan dan bahan praktek. Juga membayar biaya ujian kompetensi sebesar HK$ 136.
Semua biaya tersebut dibayarkan ke PT dan dijadikan biaya penempatan yang harus ditanggung BMI dengan potongan upah selama 6 bulan.
Dipisahkannya PT dengan Balai Pelatihan tentu saja tidak mengurangi biaya penempatan kecuali negara mau menanggung biaya pelatihan tersebut. Demikian komentar beberapa aktifis buruh migran ketika dikonfimrasi terkait pemisahan ini.
Rencana yang dipaparkan ini adalah bagian dari program Zero Domestic Helper 2017 rejim Jokowi. Tujuannya adalah berusaha mengurangi secara perlahan pengiriman BMI PRT ke luar negeri dan menggantikannya menjadi BMI dengan profesi nurse, caregiver, nanny, baby sitter atau cooker bersertifikat resmi.
Masalahnya kalau dulu yang dikirim PRT murah, besok mungkin yang dikirim adalah Nurse atau Perawat murah, Caregiver atau Pengasuh murah, Nanny atau Pembersih Rumah murah, Baby Sitter atau Penjaga Bayi murah atau Cooker atau Tukang Masak murah.
COMMENTS