Ilusi perlindungan BMI oleh rejim borjuasi
![]() |
Suami yang ditinggal istri yang bekerja di luar negeri, Foto: republika.co.id |
Berdasarkan pemberitaan di okezone.com dituliskan bahwa masyarakat di Desa Kuripan, Kecamatan Watumalang menjadi salah satu desa di Kabupaten Wonosobo, yang sebagian besar warganya memilih untuk menjadi buruh migran atau Tenaga Kerja Indonesia.
Kepala Desa Kuripan, Wahyu Cahya Agung mengatakan, sejak tahun 1980an, warga di enam pedukuhan desa ini menjadi buruh migran. Pihaknya sudah tidak memiliki data berapa jumlah warga yang menjadi buruh migran sejak tahun 1980an.
"Kalau data-data yang dulu-dulu tidak ada. Ada yang sekarang-sekarang ini saja, tahun ini ada 170 orang masih di luar negeri. Sementara 178 orang lainya sudah di rumah, tidak kembali lagi menjadi TKI," katanya saat peresmian Desa Migran Produktif di Balai Desa Kuripan.
Meski demikian, Wahyu mengaku angka percerain juga cukup tinggi. Dari 11 kasus perceraian, ada delapan orang yang bercerai berstatus TKI.
Buruh migran menjadi salah satu pemicu angka perceraian didesanya.
"Kalau TKI, ada 8 dari 11 kasus," katanya.
Saat ini, kata dia, mulai ada pergeseran yang dilakukan warga desanya. Jika dahulu kebanyakan warga yang menjadi buruh migran adalah perempuan, beberapa tahun terakhir ini justru laki-laki. Mereka bekerja di sektor informal karena tidak memiliki keahlian khusus maupun sertifikat.
"Yang perempuan juga masih ada, cuma kebanyakan sekarang yang menjadi TKI itu laki-laki," kata pria yang istrinya juga pernah menjadi buruh migran ini.
Wahyu mengaku alasan ekonomi mendorong warga yang tinggal di desanya memilih menjadi buruh migran. Bekerja sebagai petani pengajarap sawah serta buruh serabutan dinilai kurang memberi kesejahteraan pada masyarakat.
"Memang banyak yang berpendidikan rendah, butuh biaya untuk sekolah anak-anaknya hingga lulus sarjana. Setelah tidak menanggung biaya tinggi, kembali ke rumah, kembali kerja di sawah atau usaha lain seperti dagang," katanya.
Pemerintah Desa Kuripan, kata Wahyu, juga melakukan pertemuan setiap sebulan sekali pada para mantan BMI bersama masyarakat. Ada pembekalan, latihan kerja serta kewirausahaan yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja Keliling di balai desa.
"Setelah ada banyak pembekalan dan pelatihan, warga kami bisa mengolah aneka hasil sawah menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi, misalnya mengolah aneka makanan dari salak pondoh," katanya.
Dia mengaku pertanian yang digarap warga juga mulai berubah beberapa tahun ini. Jika dulu petani pengarap sawah mengandalkan sayur-sayuran, seiring berjalan waktu bergeser ke tanaman lain, seperti salak pondoh juga singkong.
Pelatihan yang diberikan, kata dia, juga bisa menekan warga yang tinggal di dataran tinggi tak jauh dari Dieng ini mengurungkan niat untuk pergi ke luar negeri sebagai buruh migran. Salah satu alasan karena pendapatan yang diperoleh bisa mencukupi kebutuhan hidup.
Nisem (46) sebagai mantan BMI yang sudah 10 tahun di luar negeri, mengaku cukup terbantu dengan adanya banyak pelatihan di Balai Desa. Sejak tahun 2011 lalu, perempuan yang memiliki dua anak ini, kini sibuk dengan usaha kecil berdatang yang digelutinya.
"Dulu jadi TKI karena butuh biaya sekolah anak, sekarang sudah tidak lagi. Mengandalkan dari ladang juga tidak cukup, akhirnya jadi TKI ngikuti tetangga-tetangga," katanya.
Diketahui juga bahwa program Kementerian Ketenagakerjaan ini hampir sama programnya dengan sebuah LSM di Jakarta. Kemenaker punya program Desa Migran Produktif (Desmigratif) sedang LSM tersebut programnya bernama Desbumi (Desa Peduli Buruh Migran).
Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri mengatakan Desmigratif merupakan pelayanan dan perlindungan BMI secara terpadu dan berbasis desa. Program ini terdiri dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu antara Kementerian Ketenagakerjaan, serta instansi terkait, juga pemerintah desa.
Hanif menjelaskan dari 50 kabupaten yang menjadi kantong-kantong BMI telah ditetapkan 2 desa yang menjadi percontohan yaitu Desa Kenanga di Indramayu dan Desa Kuripan di Wonosobo.
“Negara hadir untuk melayani dan melindungi BMI sejak pra, hingga kembali ke daerah asal harus aman, cepat, mudah dan berbiaya murah. Semua dilakukan sejak dari unit terkecil yaitu dari Desa.” Kata Hanif saat meluncurkan program tersebut , Selasa, 27 Desember 2016 di Desa Kenanga, Indramayu.
Dalam praktiknya, program Desmigratif ini punya empat kegiatan utama.
Pertama, pusat layanan migrasi di mana warga yang hendak berangkat ke luar negeri mendapatkan pelayanan di balai desa. Di sana, mereka akan memperoleh informasi pasar kerja, bimbingan kerja, termasuk pendampingan untuk pengurusan dokumen awal.
Kedua, kegiatan yang terkait dengan usaha produktif. Kegiatan ini ditujukan buat membantu pasangan dari BMI yang bekerja di luar negeri agar memiliki keterampilan untuk membangun usaha-usaha produktif. Bentuk kegiatannya antara lain, pelatihan dan pemberian bantuan sarana kerja hingga pemasaran.
“Sehingga nantinya pada saat TKI mengirimkan uangnya atau sudah kembali ke desa, maka sudah ada basis usaha produktif,” kata Hanif.
Ketiga, kegiatan Community Parenting untuk anak-anak BMI. Dalam program ini, pengasuhan anak-anak BMI yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat di suatu pusat belajar-mengajar.
Keempat, penguatan usaha produktif untuk jangka panjang dalam bentuk koperasi usaha. Koperasi BMI yang kuat dinilai bisa jadi fasilitator pengembangan usaha produktif di masyarakat ataupun kepentingan lain seperti tabungan dan investasi.
Selain keempat program utama tersebut, Hanif menyatakan program Desmigratif juga dirancang untuk menekan jumlah BMI non prosedural, termasuk mencegah terjadinya tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking). Melalui pusat layanan migrasi di desa kita percaya bahwa pencegahan BMI non-prosedural bisa di tekan karena selama ini calo-calo banyak beredar di desa.”
Untuk mendukung program ini Kementerian Ketenagakerjaan menggandeng dua perusahaan plat merah yaitu Telkom dan BNI. Telkom akan memberikan dukungan dalam pengembangan Kampung Digital, satunya melalui pemasaran online. Sementara BNI akan mendukung dalam pengelolaan Rumah Belajar Desmigratif sebagai sarana edukasi masyarakat.
Hanif mengungkapkan pada tahun 2017 rencananya akan ada 100 desa yang akan menjadi Desmigratif di 50 Kabupaten/Kota. Khusus untuk wilayah Nusa Tenggara Timur akan dibentuk 20 Desmigratif dari 10 Kabupaten/Kota Kantong buruh migran.
Selain itu, beberapa wilayah kantong BMI lain yang juga disasar berada di provinsi Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
COMMENTS