Perjalanan perjuangan peringatan hari Buruh Migran
![]() |
Konvensi ini diperjuangkan oleh aktifis dari negara-negara pengirim buruh migran untuk merumuskan standar perlindungan khusus bagi buruh migran di seluruh dunia. Perjuangan terhadap diakuinya Konvensi ini sangat panjang dan penuh perejuangan mulai dari berbagai penelitian, kajian, dialog dan perdebatan sengit antara dua negara-negara asal buruh migran dengan negara-negara penerima buruh migran.
Konvensi ini selanjutnya dikenal dengan Konvensi Buruh Migran. Sebagai sebuah aturan internasional, Konvensi ini mulai diberlakukan didunia internasional sejak tanggal 1 Juli 2003. Negara Indonesia sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) kemudian ikut menandatangani konvensi buruh migran ini pada tanggal 22 September 2004.
Adapun prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi Buruh Migran:
Konvensi Hak asasi manusia, khususnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya;
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik;
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial;
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita; dan
Konvensi tentang Hak-Hak Anak;
Prinsip-prinsip dan standar-standar yang ditetapkan lebih lanjut dalam Konvensi Buruh Migran ini kemudian juga diimplementasikan dalam kerangka kerja Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation – ILO) yakni dalam :
Adapun hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya adalah sebagai berikut :
1. Hak atas kebebasan untuk meninggalkan, masuk dan menetap di negara manapun;
2. Hak hidup;
3. Hak untuk bebas dari penyiksaan;
4. Hak untuk bebas dari perbudakan;
5. Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama;
6. Hak atas kebebasan berekspresi;
7. Hak atas privasi;
8. Hak untuk bebas dari penangkapan yang sewenang-wenang;
9. Hak diperlakukan sama di muka hukum;
10. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hak terkait kontrak/hubungan kerja;
11. Hak untuk berserikat dan berkumpul;
12. Hak membentuk perkumpulan;
Prinsip-prinsip dan standar-standar yang ditetapkan lebih lanjut dalam Konvensi Buruh Migran ini kemudian juga diimplementasikan dalam kerangka kerja Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation – ILO) yakni dalam :
Konvensi tentang Migrasi untuk Bekerja (Konvensi ILO No.97);
Konvensi tentang Migrasi dalam Kondisi Teraniaya dan Pemajuan Kesetaraan Kesempatan dan Perlakuan bagi Pekerja Migran (Konvensi ILO No.143);
Rekomendasi mengenai Migrasi untuk Bekerja (No.86);
Rekomendasi mengenai Pekerja Migran (No.151);
Konvensi tentang Kerja Paksa atau Wajib (No.159), dan
Konvensi tentang Penghapusan Kerja Paksa (No.105).
Selanjutnya sebagai langkah setelah ratifikasi, pada tanggal 12 April 2012 Pemerintah Indonesia kemudian mengesahkan Konvensi Buruh Migran dalam sebuah Undang-Undang yakni Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Hingga saat ini, dari 193 negara anggota PBB, baru 35 negara yang telah meratifikasi konvensi ini, sementara di negara-negara ASEAN baru Philipina dan Indonesia.
Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Perlindungan Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya berisi tentang standar-standar hukum dan prosedur administrasi dan peradilan terkait hak buruh migran dan anggota keluarganya. Undang-Undang ini dibuat untuk memenuhi kualifikasi terkait hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya untuk dipenuhi, dihargai dan dilindungi hak asasi manusianya, apapun status hukumnya.
Undang-Undang ini juga menekankan agar realisasi hak-hak yang tercantum dalam Konvensi Perlindungan Buruh Migran diberikan kepada seluruh buruh migran dan anggota keluarganya tanpa diskriminasi.
Selanjutnya sebagai langkah setelah ratifikasi, pada tanggal 12 April 2012 Pemerintah Indonesia kemudian mengesahkan Konvensi Buruh Migran dalam sebuah Undang-Undang yakni Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Hingga saat ini, dari 193 negara anggota PBB, baru 35 negara yang telah meratifikasi konvensi ini, sementara di negara-negara ASEAN baru Philipina dan Indonesia.
Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Perlindungan Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya berisi tentang standar-standar hukum dan prosedur administrasi dan peradilan terkait hak buruh migran dan anggota keluarganya. Undang-Undang ini dibuat untuk memenuhi kualifikasi terkait hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya untuk dipenuhi, dihargai dan dilindungi hak asasi manusianya, apapun status hukumnya.
Undang-Undang ini juga menekankan agar realisasi hak-hak yang tercantum dalam Konvensi Perlindungan Buruh Migran diberikan kepada seluruh buruh migran dan anggota keluarganya tanpa diskriminasi.
Adapun hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya adalah sebagai berikut :
1. Hak atas kebebasan untuk meninggalkan, masuk dan menetap di negara manapun;
2. Hak hidup;
3. Hak untuk bebas dari penyiksaan;
4. Hak untuk bebas dari perbudakan;
5. Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama;
6. Hak atas kebebasan berekspresi;
7. Hak atas privasi;
8. Hak untuk bebas dari penangkapan yang sewenang-wenang;
9. Hak diperlakukan sama di muka hukum;
10. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hak terkait kontrak/hubungan kerja;
11. Hak untuk berserikat dan berkumpul;
12. Hak membentuk perkumpulan;
13. Hak mendapatkan perawatan kesehatan;
14. Hak atas akses pendidikan bagi anak pekerja migran;
15. Hak untuk dihormati identitas budayanya;
16. Hak atas kebebasan bergerak;
17. Hak berpartisipasi dalam urusan pemerintahan dinegara asalnya;
18. Hak untuk transfer pendapatan;
19. Termasuk hak-hak bagi para buruh migran yang tercakup dalam kategori-kategori pekerjaan tertentu (buruh lintas batas, buruh pelaut, buruh musiman, buruh keliling, buruh proyek, dan buruh mandiri).
20. Konvensi ini juga mengatur ketentuan-ketentuan terkait kerja sama dan koordinasi internasional dalam pengelolaan migrasi legal dan pencegahan atau pengurangan migrasi ilegal (tak-reguler)
20. Konvensi ini juga mengatur ketentuan-ketentuan terkait kerja sama dan koordinasi internasional dalam pengelolaan migrasi legal dan pencegahan atau pengurangan migrasi ilegal (tak-reguler)
Kewajiban Membuat Laporan Periodik
Negara Pihak dan Komite Perlindungan Buruh Migran wajib membuat laporan pelaksanaan Konvensi ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Konvensi diberlakukan. Laporan selanjutnya harus dibuat setiap 5 (lima) tahun dan jika Komite Buruh Migran memintanya melalui Sekretaris Jenderal PBB.
Negara Pihak dan Komite Perlindungan Buruh Migran wajib membuat laporan pelaksanaan Konvensi ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Konvensi diberlakukan. Laporan selanjutnya harus dibuat setiap 5 (lima) tahun dan jika Komite Buruh Migran memintanya melalui Sekretaris Jenderal PBB.
Komite Buruh Migran selanjutnya akan membahas laporan yang disampaikan oleh masing-masing negara pihak dan memberikan pertimbangan mengenai cara dan sarana meningkatkan kapasitas nasional untuk melaksanakan Konvensi Buruh Migran ini. Komite PBB ini juga harus melakukan kerja sama internasional dan koordinasi dengan Organisasi Buruh Internasional (ILO), Badan dan Organ Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya, Organisasi Antarnegara serta Badan-Badan yang terkait lainnya dengan isu buruh migran.
Buruh Migran juga dapat membuat laporan khusus terkait kasus dan masalah-masalah yang dihadapi dan merekomendasikan usulan jalan keluar versi buruh migran kepada Komite Perlindungan Buruh Migran PBB.
COMMENTS