Kerja yang dijanjikan tidak sesuai dengan Kontrak Kerja
![]() |
BMI di Taiwan, Banyak Kontrak kerja tidak sesuai begitu tiba di Taiwan. Foto: Istimewa |
Kenaikan upah ini disepakati pada pertemuan Menteri Tenaga Kerja Taiwan Mr Chen Hsiung-wen dengan Menteri Tenaga Kerja Indonesia M Hanif Dhakiri. Kesepakatan kenaikan upah pokok minimal BMI sektor domestik dari 15.840 NT (dolar Taiwan) menjadi 17.000 NT per 1 September 2015.
Kenaikan gaji itu berlaku bagi BMI sektor domestik yang menandatangani perjanjian kerja per 1 September 2015. Hal ini juga berlaku bagi BMI yang kembali lagi bekerja ke Taiwan setelah tiga tahun masa perjanjian kerja berakhir atau re-entry.
Namun bagi para BMI yang sedang bekerja di Taiwan dengan penandatanganan Perjanjian Kerja sebelum 1 September 2015, tetap menggunakan gaji lama. Sebab, sudah ada perjanjian kerja yang disepakati kedua belah pihak yang berlaku untuk tiga tahun.
Catatan tentang kenaikan upah di Taiwan ini sebenarnya sangat miris karena dari tahun 1997 gaji pokok minimal TKI sektor domestik di Taiwan tidak pernah naik. Setelah 18 tahun baru pemerintah Taiwan menaikkan upah PRT Indonesia per tanggal 1 September 2015.
Tuntutan lain terkait upah BMI sektor domestik adalah agar upah ini akan terus disesuaikan setiap tahun kenaikannya sebagaimana kenaikan bagi buruh umumnya di Taiwan.
Tuntutan yang juga penting dan masih diperjuangkan terhadap Pemerintah Taiwan adalah agar meninjau kembali peraturan biaya penempatan BMI di Taiwan yang sangat memberatkan BMI. Adapun biaya penempatan BMI di Taiwan adalah sebesar 21.600 NT di Tahun pertama, 20.400 NT di Tahun kedua dan 18.000 NT di tahun ketiga.
Tuntutan ini harus terus didesak kepada pemerintah Taiwan agar segera membebaskan biaya agen yang selama ini ditanggung oleh BMI yang jika dihitung bisa mencapai 60.000 NT atau sekitar Rp24 juta. Organisasi BMI menuntut agar biaya penempatan itu ditinjau ulang agar dapat dibebankan kepada user/majikan.
Pemerintah Taiwan dan KDEI (Perwakilan Pengusaha Indonesia) dituntut untuk melakukan perbaikan perlindungan termasuk di dalamnya pengawasan kepada agen-agen di Taiwan yang berhubungan dengan BMI. Pemerintah kedua belah pihak harus mengambil tindakan tegas kepada agen-agen yang melanggar hukum. Laporan pengawasan ini harus diterbitkan ke publik agar diketahui oleh BMI.
Organisasi BMI baik di Taiwan maupun di Indonesia juga mencatat bahwa telah terjadi tindakan pemotongan gaji yang tidak terkontrol oleh agen dan kelebihan biaya penempatan yang berlebih dan tidak terkontrol (Overcharging) kepada BMI. KDEI dan rejim Jokowi didesak untuk bekerja sama dengan otoritas setempat dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja Taiwan untuk mengambil langkah-langkah sanksi bersama misalnya black listing ataupun penundaan endorsement dokumen bagi agensi Taiwan dan PPTKIS (Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta).
Permasalahan BMI yang mimilih melarikan diri dari tempat kerja di Taiwan juga masih cukup tinggi dan menjadi masalah tersendiri. Peraturan pemerintah Taiwan yang menghukum BMI bila selama tiga hari berturut-turut meninggalkan pekerjaannya keluar dari rumah majikan tanpa pemberitahuan maka akan kehilangan hak-haknya dinilai sangat diskriminatif dan membuat BMI tidak memiliki hak untuk membela dirinya sendiri.
Kondisi ini membuat BMI jadi illegal dan sangat riskan dari sisi perlindungan sementara majikan dapat dengan seenaknya menjebak BMI dengan mengkriminalisasi BMI dimana polisi dapat menangkap BMI sewaktu-waktu bila terjadi perselisihan.
BMI yang kabur akan kehilangan hak-haknya seperti gaji, uang lembur, tiket pulang, asuransi kesehatan dan kematian. Peraturan ini sangat merugikan BMI sementara jalur untuk melaporkan ketidak sepakatan hubungan kerja sangat minim dan susash untuk diakses BMI.
Indonesia ternyata baru tahun 2015 ini melakukan pertemuan bilateral antara kedua Menteri padahal sesuai dengan undang-Undang penempatan BMI di Taiwan seharusnya didahului dengan perjanjian antar kedua negara.
Jumlah BMI yang ada di Taiwan sejak Januari hingga Juni 2015 tercatat sebesar 237.670 orang dengan rincian 65 persen sektor informal dan 35 persen sektor formal.
COMMENTS