Perlindungan adalah kewajiban Negara
![]() |
Puluhan BMI yang terus berjuang itu mengingatkan kepada kepala KJRI Hong Kong yang baru untuk memperhatikan kasus Mezzo ini agar ditindak lanjuti.
Pekerja Rumah Tangga tidak bisa menabung dan akhirnya tergiur dengan iming-iming dapat uang besar. Banyak korban akhirnya tersadar bahwa mereka hanya jadi sasaran perampasan oleh penjahat dengan berkedok perusahaan baik hati yang mau berbagi keuntungan.
“Semangat korban adalah semangat perjuangan kami yang tidak hanya menuntut uang dikembalikan. Kami sekarang paham dan datang meminta perlindungan atas banyak masalah yang kami hadapi di Hong Kong. Permasalahan kami tidak hanya jadi korban mezzo tapi sesungguhnya akar masalahnya adalah kemiskinan. Kami terpaksa bekerja sebagai buruh migran di luar negeri,” tuntut Anastasi yang sekarang aktif berorganisasi.
Yulia juga meminta ketegasan soal perlindungan yang dibebankan ke BMI lewat asuransi di dalam KTKLN yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan majikan. Bahkan Pemerintah melegalkan perampasan upah dengan memaksa BMI lewat majikan untuk menggunakan perusahaan asuransi di Hong Kong (NASA) sebagai perlindungan yang menambah biaya yang harus ditanggung BMI.
“Pergantian konjen baru membuat kami khawatir mereka melupakan kasus Mezzo ini seperti kasus-kasus yang lain. Apalagi kami mendengar ada pejabat BNP2TKI yang datang ke Hong Kong. Maka kesempatan ini kami gunakan untuk menyampaikan permasalahan Mezzo dan masalah lain yang kami hadapi,” jelas Endang Koordinator Lapangan aksi tersebut.
Bisnis Multi Level Marketing (MLM) ternyata sangat banyak beroperasi di Hong Kong dengan modus penipuannya diantaranya dengan sistem pembagian keuntungan lewat royalti dan bonus yang tinggi. BMI yang datang bekerja di Hong Kong dengan mimpi cepat dapat uang jadi gampang sekali dijebak. Disisi lain, upah yang mereka terima tidak sebesar yang dijanjikan. Upah itu habis untuk dikirim ke kampung sebagai biaya hidup keluarga yang ditinggalkan.
Pekerja Rumah Tangga tidak bisa menabung dan akhirnya tergiur dengan iming-iming dapat uang besar. Banyak korban akhirnya tersadar bahwa mereka hanya jadi sasaran perampasan oleh penjahat dengan berkedok perusahaan baik hati yang mau berbagi keuntungan.
“Semangat korban adalah semangat perjuangan kami yang tidak hanya menuntut uang dikembalikan. Kami sekarang paham dan datang meminta perlindungan atas banyak masalah yang kami hadapi di Hong Kong. Permasalahan kami tidak hanya jadi korban mezzo tapi sesungguhnya akar masalahnya adalah kemiskinan. Kami terpaksa bekerja sebagai buruh migran di luar negeri,” tuntut Anastasi yang sekarang aktif berorganisasi.
“Kemiskinan inilah kemudian menjadi target bisnis Dari orang orang yang ingin mengambil keuntungan dan kekayaan untuk dirinya sendiri, sementara kita yang menjadi korban. Overcharging, System Online, Keharusan live in, bisnis asuransi dibalik KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri - red) dan lain-lain adalah cara-cara jahat yang terus memiskinkan kami,” teriak Yulia dalam orasinya.
Yulia menyampaikan bahwa permasalahan BMI yang sudah lama tidak terselesaikan secara tegas Dari Pemerintah Indonesia membuat sindikat-sindikat jahat terus mengincar buruh migran secara leluasa. Motifnya bermacam macam, ada yang mengatasnamakan agama, ada yang mengatasnamakan pendidikan, ada yang mengatasnamakan perlindungan.
Yulia juga meminta ketegasan soal perlindungan yang dibebankan ke BMI lewat asuransi di dalam KTKLN yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan majikan. Bahkan Pemerintah melegalkan perampasan upah dengan memaksa BMI lewat majikan untuk menggunakan perusahaan asuransi di Hong Kong (NASA) sebagai perlindungan yang menambah biaya yang harus ditanggung BMI.
Solidaritas terhadap aksi ini datang dari SERPAN (Serikat Anti Penindasan) yang sejak awal mendukung penuh aksi perjuangan korban mezzo untuk mendapat perlindungan dan hak-hak lainnya.
Aliansi Migran Progresif (AMP) sebagai front maju juga ikut terus mendesak pemerintah Indonesia untuk melindungi korban Mezzo dan seluruh BMI yang bekerja di Hong Kong.
Sementara itu, di dalam gedung KJRI, perwakilan KOBUMI menyerahkan petisi tuntutan korban Mezzo kepada Kepala KJRI Hong Kong yang baru, Tri Taryat terkait dialog dengan pejabat BNP2TKI yang sedang berkunjung ke Hong Kong.
Dalam orasi penutupnya, Endang sebagai koordinator aksi mengingatkan agar kepolisian Hong Kong segera menuntaskan penyelesaian kasus kejahatan ini. Endang juga menyampaikan Pesan kepada seluruh buruh migran untuk tidak tergiur bisnis MLM atau investasi lainnya tanpa ada perjanjian hukum yang jelas.
“Perjuangan akan terus berlanjut sampai kami memang,” kata Endang menutup aksi.
COMMENTS