Semua kebijakan tidak ada yang berpihak pada BMI
![]() |
Konjen yang baru, Tri Taryat membuka dengan cerita bahwa dia baru 1 bulan menjadi Kepala KJRI yang baru sudah disambut 3 aksi Buruh Migran Indonesia (BMI) dan 2 diantaranya aksi itu dilakukan oleh KOBUMI terkait kasus Mezzo dengan tuntutan menyediakan pengacara dan pendampingan korban.
Peserta diskusi yang dibanjiri banyak organisasi buruh migran itu banyak mempertanyakan soal masalah Overcharging (Pembiayaan berlebih). Hermono, Sekertaris BNP2TKI menjawab bahwa sebetulnya praktek yang selama ini terjadi adalah sangat mengenaskan karena ada banyak BMI yang menjadi korban Jeratan Utang. Banyak BMI yang tidak bisa mengirim uang ke kampung akibat menanggung biaya berlebih. BMI banyak menjadi korban permainan kotor Agensi yang mengancam BMI tidak boleh pindah majikan.
Umi Sudarto, koordinataor Komite Regional Kobumi Aspak menekankan bahwa dampak dari perampasan upah BMI lewat modus Overcharging ini membuat BMI menjadi korban penipuan perusahaan investasi bodong seperti yang dialami BMI korban Mezzo. Biaya penempatan yang sangat mahal membuat BMI gampang dipengaruhi dengan iming-imingi mendapat keuntungan yang menggiurkan dari bisnis Multi Level Marketing (MLM).
Menjawab kekuatiran BMI, Hermono menegaskan bahwa BNP2TKI terus mendiskusikan permasalahan yang dihadapi BMI dengan DPR. Masukan BNP2TKI ke parlemn ini ditujukan untuk merevisi Undang-Undang No 39/2004 dan terus mendesak penurunan biaya penempatan hingga tidak lebih dari satu bulan upah.
Selain permasalahan Overcharging, KJRI juga menjanjikan perbaikan pelayanan terkait tuntutan organisasi BMI yang ditujukan pada KJRI Hong Kong. Para aktivis BMI mengkritik kurangnya loket pelayanan booking Pasport sehingga membuat BMI menjadi tidak nyaman menunggu antrian yang panjang seperti ular. Disisi lain para BMI memiliki waktu yang terbatas karena harus kembali ke rumah majikannya masing-masing yang relatif jauh dari gedung KJRI Hong Kong.
Konjen yang baru itu menjawab dan berjanji akan menambah 4 konter layanan baru untuk perpanjangan paspor dan merekrut staf yang baru. Kritikan lain dari BMI terkait sikap dari staf KJRI yang masih kurang ramah terhadap BMI. Seharusnya staf KJRI itu melayani BMI dengan senyum yang ramah agar BMI merasa nyaman saat mengurus dokumen keimigrasian. BMI juga berharap semua staf KJRI menggunakan Tanda Pengenal atau Name Tag agar BMI tahu sedang dilayani oleh siapa dan bisa melaporkan bila mendapati layanan yang buruk.
Tri Taryat selaku Kepala KJRI Hong Kong yang baru kembali menegaskan tekadnya untuk selalu berusaha memberikan layanan yang terbaik kepada BMI. Pernyataan itu langsung disela oleh salah satu perwakilan organisasi BMI bahwa faktanya semua kebijakan tidak ada yang berpihak pada BMI. Begitupun aktifis BMI itu masih berharap agar Pak Konjen yang baru bisa merubah sistem dan kebijakan menjadi lebih baik.
"Buktikan!", teriak seorang peserta dengan emosionil yang membludak tak tertahankan.
"Pak, bagaimana dengan korban koreksi data itu?" tanya peserta diskusi yang lain tak sabar.
Dengan diplomatis, pak Konjen yang baru itu menjawab pertanyaan aktifis BMI itu dengan datar, "Kami terus melakukan dialog dengan pihak Imigrasi Hong Kong supaya memberikan ampunan...."
Belum sempat melanjutkan jawabannya, peserta diskusi yang lain langsung menyela, "Pak bagaimana kalau koreksi data dilakukan sampe si BMI sewaleh e kerjo (secapeknya kerja)?"
Pak Konjen baru itu juga langsung merespon, "Itu akan kami bahas nanti bersama Kementerian terkait".
"Pak bagaimana tentang majikan yang tidak memberikan kita makan, mereka masak ada babinya semua? Kenapa tidak diputuskan saja dan diwajibkan bagi majikan untuk memberikan uang makan cash supaya kita bisa membeli makanan diluar. Apalagi banyak dari kami yang tidak diberi sarapan dan makan?", tanya seorang peserta diskusi yang lain dari tempat duduk merah barisan belakang.
"Pak bagaimana tentang majikan yang tidak memberikan kita makan, mereka masak ada babinya semua? Kenapa tidak diputuskan saja dan diwajibkan bagi majikan untuk memberikan uang makan cash supaya kita bisa membeli makanan diluar. Apalagi banyak dari kami yang tidak diberi sarapan dan makan?", tanya seorang peserta diskusi yang lain dari tempat duduk merah barisan belakang.
"Kita akan bahas ini nanti," pak konjen hanya menjawab singkat saja dan membuat banyak peserta diskusi tak puas.
"Dari pada kita saling menyalahkan, kata agen si BMI karena punya hutang, kata si BMI sudah membayar banyak... nah opsinya adalah bagaiman kalau kita duduk bareng. Kita undang perwakilan seluruh agensi dan juga perwakilan BMI. Saya yang ditengah mendengarkan penjelasan masing-masing", tambah sang Konjen mencoba menenangkan peserta diskusi yang mulai gelisah dan gerah walau udara AC cukup sejuk diruangan megah KJRI Hong Kong saat itu.
Semua peserta sepertinya tiba-tiba menjawab setuju secara serentak.
"Nanti kita akan cari waktu yang tepat", jelas pak konjen baru itu lagi.
Sepertinya diskusi itu terlalu singkat bagi para pimpinan organisasi BMI yang hadir tapi pak Konjen Baru itu mengakhiri diskusi buru-buru dan menyimpulkan bahwa masalah yang dibahas ada 13 perkara dan 3 yang terbahas. Sepertinya Pak Konjen baru itu kelabakan dan menutup dialog itu dengan cara diplomatis, demi efisiensi.
Sepertinya diskusi itu terlalu singkat bagi para pimpinan organisasi BMI yang hadir tapi pak Konjen Baru itu mengakhiri diskusi buru-buru dan menyimpulkan bahwa masalah yang dibahas ada 13 perkara dan 3 yang terbahas. Sepertinya Pak Konjen baru itu kelabakan dan menutup dialog itu dengan cara diplomatis, demi efisiensi.
Kami menunggu janjimu pak, walau kami ragu.
Penulis: Rani Rahayu Suwito
Koordinator Divisi Pendidikan KR Kobumi Aspak, juga korban Mezzo
COMMENTS