Perampasan Upah dan Politik Upah Murah
![]() |
KOBUMI - Korban biaya penempatan berlebih (Overcharging) menggugat rejim borjuasi Jokowi JK dikarenakan harus menanggung biaya penempatan berlebih hampir sekitar Rp 50 jutaan lebih. Rinciannya, bayar di muka Rp25 juta, lalu selama 10 bulan gaji dipotong sebesar 8500NT atau sekitar Rp3.145.000,-perbulan sehingga total Rp30 juta lebih untuk potongan 10 bulan. Jadi kalau di jumlah totalnya sekitar Rp55 juta.
Padahal merujuk Surat Keputusan Menakertrans No. 158 Tahun 2005 tentang Komponen dan Besarnya Biaya Penempatan TKI ke Taiwan sektor formal jumlah total hanya sebesar Rp 13 juta saja. Dengan begitu setiap BMI telah mengalami overcharging atau pembebanan biaya penempatan rata-rata sebesar Rp 42 juta atau sekurang-kurangnya Rp 25 juta perorang. Jika BMI sektor formal ada sekitar 60 ribu orang, maka berarti kerugian BMI akibat overcharging mencapai Rp 25 juta x 60 ribu = Rp 1.500.000.000.000,-atau sekitar 1,5 trilyun pertahun.
Penulis telah diundang untuk berdialog dengan kawan2 GORBUMITA melalui skype dan secara khusus mencoba mengenalkan dan memberikan pemahaman masalah overcharging menurut aturan hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya berdasarkan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN).
Soal, apa dan bagaimana sebenarnya yang dimaksud overcharging menurut UUPPTKILN? Bagaimana akibat hukum dan siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya overcharging? Atau siapakah yang harus bertanggung jawab atas terjadinya overcharging dan bagaimana sanksi atau hukumannya? Apa yang menjadi hak-hak calon BMI / BMI yang menjadi korban overcharging?
Pengertian Overcharging atau Biaya Penempatan Berlebih Menurut UU PPTKILN
Overcharging baru dikenal pada abad ke 14 sebagai praktik bisnis yang memungut harga terlalu mahal atau menjual terlalu mahal. Istilah overcharging juga berarti membuat biaya berlebihan (excessive charge), membesar-besarkan harga (exaggerate) atau biaya tambahan (surcharge).
Masalah biaya penempatan yang berlebihan atau yang dikenal dengan istilah overcharging sesungguhnya telah diatur oleh UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) beserta peraturan pelaksananya. Praktik overcharging sejatinya telah melanggar prinsip murah yang diamanahkan Penjelasan Umum UU PPTKILN. Pada gilirannya pelanggaran atas prinsip pelayanan penempatan berbiaya murah justru memicu penempatan BMI ilegal yang berdampak minimnya perlindungan bagi BMI yang bersangkutan.
Oleh karena itu UUPPTKILN secara khusus sudah mengatur tentang BIAYA PENEMPATAN TKI pada Pasal 76 yang terdiri dari 3 ayat. Ketentuan Pasal 76 ayat (1) UUPPTKILN tegas menandaskan bahwa PPTKIS alias PJTKI “hanya dapat” membebankan biaya kepada calon TKI/ TKI atau BMI untuk 3 (tiga) macam komponen biaya penempatan saja. Yakni: 1) biaya pengurusan dokumen jati diri (sepeti paspor); 2) pemeriksaan kesehatan dan psikologi; 3) pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja. Maknanya, biaya penempatan cukup murah!
Sayangnya, berlandaskan Pasal 76 ayat (2) UU PPTKILN malah membenarkan atau memberi izin kepada Menteri Tenaga Kerja untuk menentukan komponen biaya penempatan yang lain terhadap calon BMI / BMI selain yang telah ditentukan oleh Pasal 76 ayat (1) di atas. Konsekuensinya, komponen biaya penempatan dimungkinkan bertambah banyak sesuai kebutuhan dan tuntutan negara penempatan atau pihak pengguna (user).
Namun Penjelasan Pasal 76 ayat (2) UU PPTKILN, meski susunan redaksinya agak rancu, terang menekankan bahwa “AGAR CALON TKI TIDAK DIBEBANI BIAYA YANG BERLEBIHAN”, maka KOMPONEN biaya penempatan dan BESARNYA biaya penempatan untuk negara tujuan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pendek kata, Penjelasan Pasal 76 ayat (2) menegaskan perlunya komponen dan besarnya biaya penempatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja agar Calon TKI / TKI TIDAK DIBEBANI BIAYA BERLEBIHAN. Karena itu bisa dipahami bahwa pengaturan masalah biaya penempatan BMI / TKI oleh UU PPTKILN adalah dimaksudkan mencegah dan menanggulangi biaya penempatan berlebihan (overcharging) demi melindungi calon BMI / BMI.
Disamping itu komponen biaya dan besaran biaya penempatan harus dibuat secaratransparan dan memenuhi asas akutanbilitas seperti dimaksudkan oleh Pasal 76 ayat (3) UU PPTKILN.
5 (lima) Macam Bentuk Overcharging
1. Membebankan komponen biaya penempatan di luar ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU PPTKILN. Ini terjadi apabila kenyataannya Menakertrans tidak ada menetapkan komponen dan besaran jumlah biaya penempatan untuk negara penempatan tertentu.
2. Membebankan komponen biaya di luar ketentuan Peraturan / Keputusan Menakertrans. Ini berarti melanggar Pasal 46 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (1) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 atau Pasal 54 Permenakertrans No. 22 Tahun 2008 atau Pasal 44 ayat (2) jo Pasal43 ayat (1) Permenakertrans No. 18 Tahun 2007 atau Pasal 36 jo Pasal 34 ayat (1) Permenakertrans No. 19 Tahun 2006.
3. Apa yang dikategorikan sebagai overcharging adalah pembebanan komponen biaya penempatan yang telah ditanggung oleh majikan / pengguna seperti diatur Pasal 45 ayat (2) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 atau sebelumnya Pasal 53 ayat (2) Permenakertrans No. 22 Tahun 2008 atau Pasal 43 ayat (2) Permenakertrans No. 18 Tahun 2007 atau Pasal 34 ayat (2) Permenakertrans No. 19 Tahun 2006.
4. Membebankan atau memungut biaya penempatan melebihi batas maksimal besaran jumlah biaya penempatan yang telah ditetapkan oleh menakertrans berdasarkan Peraturan / Keputusan Menakertrans. Ini sebagaimana diatur Pasal 47 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 : “PPTKIS wajib mencantumkan besarnya biaya penempatan yang akan dibebankan kepada calon TKI dalam Perjanjian Penempatan dan tidak boleh melebihi biaya yang ditetapkan oleh Menteri.”
5. Overcharging juga bisa terjadi jika BMI dibebani komponen biaya yang tidak dapat dapat dipertanggungjawabkan karena melanggar asas akuntabilitas sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 76 ayat (3) UU PPTKILN. Contoh, BMI sektor formal kerja pabrik dipungut komponen biaya pelatihan, tapi pada kenyataannya tidak pernah mengikuti / menjalani pelatihan apapun sebagaimana mestinya. Di sini pungutan untuk komponen biaya pelatihan tersebut dapat digolongkan sebagai pembebanan biaya berlebih lantaran tidak memenuhi asas akuntabilitas sesuai ketentuan Pasal 76 ayat (3) UU PPTKILN.
Sanksi/ Hukuman bagi PJTKI Pelaku Overcharging
Tindakan PJTKI / Agensi Asing yang membebankan biaya penempatan berlebihan kepada BMI sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat (1) adalah merupakan pelanggaran terhadap Pasal 100 UU PPTKILN yang diancam sanksi administratif.
Menindaklanjuti ketentuan Pasal 100 UU PPTKILN, maka secara tegas Pasal 12 ayat (1) huruf d Permenakertrans No. 17 Tahun 2012 tentang SANKSI ADMINISTRATIF dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (atau sebelumnya Pasal 12 ayat (1) huruf e Peraturan Menakertrans No. 5 tahun 2005) menggolongkan perbuatan membebankan biaya penempatan kepada TKI melebihi komponen biaya sesuai ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU PPTKILN yang dilakukan oleh PJTKI sebagai perbuatan melanggar hukum dengan sanksi administrasi berupa pencabutan SIPPTKI alias membubarkan dan menutup PJTKI.
Hak BMI Korban Overcharging
Setelah PJTKI ditutup, pengembalian biaya penempatan yang berlebih diberikan kepada Calon TKI yang belum ditempatkan sesuai perjanjian penempatan seperti diatur Pasal 13 huruf a Permenakertrans No. 17 Tahun 2012 yang sama bunyinya dengan Pasal 13 huruf a Permenakertrans No. 5 Tahun 2005.
PJTKI yang terbukti melakukan overcharging dan sudah dijatuhi hukuman penutupan jugaberkewajiban memberangkatkan calon TKI yang telah memenuhi syarat dan memiliki dokumen lengkap dan visa kerja seperti dimaksud Pasal 13 huruf b Permenakertrans No. 17 Tahun 2012 yang sama bunyinya dengan Pasal 13 huruf b Permenakertrans No. 5 Tahun 2005.
Bunyi Pasal13 huruf a Permenakertrans No. 17 Tahun 2012 atau Pasal 13 huruf a Permenakertrans No. 5 Tahun 2005 :
“Dalam hal SIPPTKI telah dicabut, PPTKIS yang bersangkutan tetap berkewajiban untuk :
a.mengembalikan seluruh biaya yang telah diterima dari calon TKI yang belum ditempatkan sesuai dengan perjanjian penempatan;
b.memberangkatkan calon TKI yang telah memenuhi syarat dan memiliki dokumen lengkap dan visa kerja.”
Dengan demikian masalah overcharging atau biaya penempatan berlebih adalah skenario yang sudah diatur bahkan diakui rejim Jokowi JK sebagai perbuatan tercela yang bersifat melanggar hukum dan menimbulkan kerugian bagi calon BMI / BMI lantaran melanggar prinsip murah yang diamanahkan dalam Penjelasan Umum UUPPTKILN. Tindakan memungut biaya penempatan berlebih alias overcharging yang dilakukan oleh PJTKI / Agensi Asing adalah merupakan perbuatan melanggar hukum yang diancam sanksi administratif berupa penutupan PJTKI. Pengaturan overcharging dalam UU PPTKILN beserta peraturan pelaksananya cukup memadai untuk menanggulangi praktik overcharging dan melindungi hak-hak calon BMI /BMI korban overcharging.