Perlindungan PRT menunggu godot, sahkan RUU PRT
KOBUMI - Menjelang hari PRT Internasional kami coba mengupas tentang perkembangan RUU PRT yang hingga hari ini belum disyahkan oleh negara. Indonesia yang menjadi salah satu negera pengirim PRT terbesar di dunia seharusnya segera mengesahkan UU ini agar perlindungan terhadap PRT yang bekerja di luar negeri punya dasar hukum yang kuat. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering dipertanyakan oleh banyak pihak:
RUU Perlindungan PRT hanya mengatur jenis hubungan kerja dalam rumah tangga, bukan masuk dalam wilayah “ngengerâ€, abdi dalem, pesantren atau relasi persaudaraan yang bukan dalam konteks relasi kerja.
RUU Perlindungan PRT justru bisa mengatasi persoalan pengangguran dan juga berdampak positif pada penurunan angka kemiskinan sebagaimana pengalaman di berbagai negara berkembang yang menerapkan UU PRT, seperti di Afrika Selatan, Brasil, India, Tanzania.
Karena dengan adanya UU Perlindungan PRT, akan terjadi perbaikan kondisi kerja, kesejahteraan dan penghargaan, PRT pun akan merasa aman dan terjamin dalam bekerja. Upah mereka juga menjadi lebih layak dan hal ini akan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Contoh: praktek perjanjian kerja antara PRT dengan Pemberi Kerja, di DIY sebanyak 307, justru membuat PRT dan Pemberi Kerja merasa terjamin. Adanya UU PRT pada akhirnya juga akan memberi manfaat bagi Pemberi Kerja, karena PRT akan lebih terikat dengan tanggungjawab untuk bekerja dan sebaliknya Pemberi Kerja terikat dengan tanggungjawab untuk memenuhi hak-hak kerja PRT.
Anak seharusnya tidak bekerja. Sesuai dengan UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002, di usia anak, anak berhak atas tumbuh kembang, bermain, belajar dan mendapatkan kasih sayang. PRT adalah salah satu kategori bentuk pekerjaan terburuk untuk anak berdasar UU No. 1 Tahun 2000 tentang Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Selain waktu yang harusnya dinikmati oleh anak untuk tumbuh kembang menjadi tidak terpenuhi karena digunakan untuk bekerja, ditambah wilayah domestik yang sulit terpantau apabila terjadi kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak. Sementara dari segi usia secara fisik dan mental anak belum mampu sepenuhnya mengambil keputusan dan melakukan negosiasi yang dapat melindungi hak-haknya.
Fakta-fakta kekerasan terhadap PRT, menunjukkan 30% terjadi pada PRT Anak.
Namun di Negara berkembang dengan kemiskinan tidak bisa serta merta menghapus pekerja anak termasuk PRTA. RUU P PRT bertujuan untuk menghapus PRTA secara bertahap. sehingga ke depan semua anak-anak Indonesia bisa menikmati hak-haknya sebagai anak secara penuh.
Catatan penting:
Penghapusan bertahap pekerja anak termasuk PRTA, dan anak jalanan bisa dilakukan dengan diiringi dengan perbaikan Program Pendidikan yang menjawab kebutuhan dan benar-benar bisa diakses anak-anak.
Apakah RUU PRT bisa mendorong perlindungan PRT tidak hanya yang di dalam negeri tetapi juga di luar negeri?
Jumlah PRT Migran berdasar data ILO kurang lebih 6 juta orang.
Fakta memperlihatkan kasus kekerasan PRT di dalam negeri dengan kasus kekerasan PRT migran sama halnya.
Beberapa kali Indonesia gagal dalam meminta dan melakukan perjanjian bilateral untuk perlindungan Buruh Migran khususnya PRT Migran dengan megara tujuan seperti Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab dan Negara tujuan lainnya. Hal ini disebabkan penolakan mereka yang beralasan bahwa Indonesia tidak konsisten dengan permintaan dan usulan perjanjian bilateral perlindungan PRT, karena di Indonesia sendiri tidak ada perlindungan PRT. Sehingga Indonesia tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam mendesak Negara tujuan.
Ini berbeda dengan negara asal PRT Migran seperti Philipina, India, Cina, yang PRT migrannya bekerja di Malaysia, Singapura, Hong Kong, Kuwait, dan diperlakukan lebih baik di negara tujuan, karena negara-negara asal PRT migran tersebut sudah memiliki UU tentang Perlindungan PRT. Sehingga adanya UU PRT akan mendorong posisi tawar PRT di luar negeri dan pada akhirnya akan memperbaiki kondisi PRT tidak hanya di dalam tetapi juga di luar negeri.
Selain itu dengan adanya UU PRT akan mempromosikan citra Indonesia sebagai negara yang menghargai dan menegakkan HAM dan khususnya memberikan perlindungan dan jaminan hak dasar bagi pekerja. Ini akan meningkatkan bargainingpemerintah dan pekerja Indonesia di negara-negara tujuan.
1. Apakah benar UU Perlindungan PRT sepihak?
RUU ini justru untuk melindungi dan membangun keseimbangan agar kedua belah pihak konsisten pada hak dan kewajiban dalam hubungan kerja tanpa menghilangkan hubungan kedekatan emosional, manusiawi saling membutuhkan.
Hubungan yang ditekankan adalah sebagaimana budaya kita menjunjung hubungan yang saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
2. Apakah perlu hari libur kerja bagi PRT minimal 1 hari dalam seminggu?
Libur mingguan adalah hak dasar pekerja tidak terkecuali untuk PRT. PRT bisa menggunakan libur mingguan sebagaimana diinginkan. Namun karena keterbatasan pada akses informasi, akses social – publik seperti tidak memiliki teman, dan sebagainya menyebabkan PRT belum mengetahui bagaimana memanfaatkan libur mingguan. Namun seiring dengan keberadaan UU ini dan juga layanan publik, makin terbukanya akses sosial, teman, maka PRT akan bisa menggunakan libur mingguan sebagaimana diinginkan, seperti untuk berorganisasi, beristirahat di rumah, dan kegiatan refreshing lain. Atau bisa diisi dengan kegiatan belajar atau menambah keterampilan apabila layanan pendidikan dan ketrampilan diadakan untuk diakses PRT.
Dalam hal karakteristik kerja PRT yang mana antara Pemberi Kerja dan PRT memiliki waktu libur mingguan yang sama, maka “hari†libur mingguan bisa didiskusikan oleh kedua belah pihak akan dipilih hari apa sesuai dengan kesepakatan dan bisa berganti harinya.
3. Apakah RUU Perlindungan PRT akan menyebabkan majikan tidak mampu membayar upah PRT?
Pada dasarnya upah adalah hak dasar pekerja, termasuk PRT. Upah PRT prinsipnya harus diberikan secara layak dan sesuai dengan bobot kerja nya.
Ada perbedaan upah antara PRT yang tinggal (full time) dengan PRT yang part time atau yang tidak tinggal di rumah.
DPR bisa melihat referensi upah PRT di negara-negara berkembang yang sudah memiliki UU P PRT.
4. Apakah RUU akan mengatur soal Negara?
RUU ini justru untuk melindungi dan membangun keseimbangan agar kedua belah pihak konsisten pada hak dan kewajiban dalam hubungan kerja tanpa menghilangkan hubungan kedekatan emosional, manusiawi saling membutuhkan.
Hubungan yang ditekankan adalah sebagaimana budaya kita menjunjung hubungan yang saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
2. Apakah perlu hari libur kerja bagi PRT minimal 1 hari dalam seminggu?
Libur mingguan adalah hak dasar pekerja tidak terkecuali untuk PRT. PRT bisa menggunakan libur mingguan sebagaimana diinginkan. Namun karena keterbatasan pada akses informasi, akses social – publik seperti tidak memiliki teman, dan sebagainya menyebabkan PRT belum mengetahui bagaimana memanfaatkan libur mingguan. Namun seiring dengan keberadaan UU ini dan juga layanan publik, makin terbukanya akses sosial, teman, maka PRT akan bisa menggunakan libur mingguan sebagaimana diinginkan, seperti untuk berorganisasi, beristirahat di rumah, dan kegiatan refreshing lain. Atau bisa diisi dengan kegiatan belajar atau menambah keterampilan apabila layanan pendidikan dan ketrampilan diadakan untuk diakses PRT.
Dalam hal karakteristik kerja PRT yang mana antara Pemberi Kerja dan PRT memiliki waktu libur mingguan yang sama, maka “hari†libur mingguan bisa didiskusikan oleh kedua belah pihak akan dipilih hari apa sesuai dengan kesepakatan dan bisa berganti harinya.
3. Apakah RUU Perlindungan PRT akan menyebabkan majikan tidak mampu membayar upah PRT?
Pada dasarnya upah adalah hak dasar pekerja, termasuk PRT. Upah PRT prinsipnya harus diberikan secara layak dan sesuai dengan bobot kerja nya.
Ada perbedaan upah antara PRT yang tinggal (full time) dengan PRT yang part time atau yang tidak tinggal di rumah.
DPR bisa melihat referensi upah PRT di negara-negara berkembang yang sudah memiliki UU P PRT.
4. Apakah RUU akan mengatur soal Negara?
RUU Perlindungan PRT hanya mengatur jenis hubungan kerja dalam rumah tangga, bukan masuk dalam wilayah “ngengerâ€, abdi dalem, pesantren atau relasi persaudaraan yang bukan dalam konteks relasi kerja.
5. Apakah RUU akan mendorong pengangguran semakin bertambah?
RUU Perlindungan PRT justru bisa mengatasi persoalan pengangguran dan juga berdampak positif pada penurunan angka kemiskinan sebagaimana pengalaman di berbagai negara berkembang yang menerapkan UU PRT, seperti di Afrika Selatan, Brasil, India, Tanzania.
Karena dengan adanya UU Perlindungan PRT, akan terjadi perbaikan kondisi kerja, kesejahteraan dan penghargaan, PRT pun akan merasa aman dan terjamin dalam bekerja. Upah mereka juga menjadi lebih layak dan hal ini akan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Contoh: praktek perjanjian kerja antara PRT dengan Pemberi Kerja, di DIY sebanyak 307, justru membuat PRT dan Pemberi Kerja merasa terjamin. Adanya UU PRT pada akhirnya juga akan memberi manfaat bagi Pemberi Kerja, karena PRT akan lebih terikat dengan tanggungjawab untuk bekerja dan sebaliknya Pemberi Kerja terikat dengan tanggungjawab untuk memenuhi hak-hak kerja PRT.
6. Apakah RUU akan membuat anak-anak yang semula bekerja sebagai PRT menjadi anak jalanan karena kehilangan pekerjaan?
Anak seharusnya tidak bekerja. Sesuai dengan UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002, di usia anak, anak berhak atas tumbuh kembang, bermain, belajar dan mendapatkan kasih sayang. PRT adalah salah satu kategori bentuk pekerjaan terburuk untuk anak berdasar UU No. 1 Tahun 2000 tentang Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Selain waktu yang harusnya dinikmati oleh anak untuk tumbuh kembang menjadi tidak terpenuhi karena digunakan untuk bekerja, ditambah wilayah domestik yang sulit terpantau apabila terjadi kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak. Sementara dari segi usia secara fisik dan mental anak belum mampu sepenuhnya mengambil keputusan dan melakukan negosiasi yang dapat melindungi hak-haknya.
Fakta-fakta kekerasan terhadap PRT, menunjukkan 30% terjadi pada PRT Anak.
Namun di Negara berkembang dengan kemiskinan tidak bisa serta merta menghapus pekerja anak termasuk PRTA. RUU P PRT bertujuan untuk menghapus PRTA secara bertahap. sehingga ke depan semua anak-anak Indonesia bisa menikmati hak-haknya sebagai anak secara penuh.
Catatan penting:
Penghapusan bertahap pekerja anak termasuk PRTA, dan anak jalanan bisa dilakukan dengan diiringi dengan perbaikan Program Pendidikan yang menjawab kebutuhan dan benar-benar bisa diakses anak-anak.
Apakah RUU PRT bisa mendorong perlindungan PRT tidak hanya yang di dalam negeri tetapi juga di luar negeri?
Jumlah PRT Migran berdasar data ILO kurang lebih 6 juta orang.
Fakta memperlihatkan kasus kekerasan PRT di dalam negeri dengan kasus kekerasan PRT migran sama halnya.
Beberapa kali Indonesia gagal dalam meminta dan melakukan perjanjian bilateral untuk perlindungan Buruh Migran khususnya PRT Migran dengan megara tujuan seperti Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab dan Negara tujuan lainnya. Hal ini disebabkan penolakan mereka yang beralasan bahwa Indonesia tidak konsisten dengan permintaan dan usulan perjanjian bilateral perlindungan PRT, karena di Indonesia sendiri tidak ada perlindungan PRT. Sehingga Indonesia tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam mendesak Negara tujuan.
Ini berbeda dengan negara asal PRT Migran seperti Philipina, India, Cina, yang PRT migrannya bekerja di Malaysia, Singapura, Hong Kong, Kuwait, dan diperlakukan lebih baik di negara tujuan, karena negara-negara asal PRT migran tersebut sudah memiliki UU tentang Perlindungan PRT. Sehingga adanya UU PRT akan mendorong posisi tawar PRT di luar negeri dan pada akhirnya akan memperbaiki kondisi PRT tidak hanya di dalam tetapi juga di luar negeri.
Selain itu dengan adanya UU PRT akan mempromosikan citra Indonesia sebagai negara yang menghargai dan menegakkan HAM dan khususnya memberikan perlindungan dan jaminan hak dasar bagi pekerja. Ini akan meningkatkan bargainingpemerintah dan pekerja Indonesia di negara-negara tujuan.
COMMENTS