BMI korban kekerasan di Timur Tengah
![]() |
Janah, BMI Lombok Tengah, Photo: KOBUMI Hong Kong |
Setiba di bandara, Janah sempat hendak langsung dipulangkan ke Lombok oleh petugas BNP2TKI di Bandara Soeta. Karena terus dipantau lewat telepon dari Hong Kong, Malaysia dan Jakarta akhirnya Janah mendapat perawatan di Rumah Sakit Polri Jakarta untuk pemulihan kesehatannya akibat luka tersiram air mendidih di rumah majikannya.
Penderitaan Janah sama seperti semua BMI yang bekerja di wilayah Timur Tengah. Tidak boleh keluar rumah majikan dan hanya mendapat sedikit jaminan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dia hanya dibolehkan bergerak dari dapur, ruang tamu dan halaman belakang untuk membuang sampah. Itupun terus diawasi dengan sangat ketat oleh mata kedua majikannya.
Secara diam-diam, Janah menggunakan HP-nya memanfaatkan sinyal wifi gratis yang tidak terkunci dari rumah tetangga majikannya. ”Jannah tidak bisa kami telfon untuk bicara langsung karena ia bilang takut ketahuan majikannya yang seorang polisi dan sangat galak,” jelas Elis menceritakan kondisi awal pendampingan KOBUMI.
Di ujung malam, Janah menggunakan Facebook untuk menceritakan nasibnya yang memilukan hati. Statusnya inilah yang kemudian terbaca dan direspon oleh kawannya sesama BMI di Hong Kong. Lewat inbok facebooknya Janah secara rahasia didampingi terus untuk berjuang. Saran dan pendampingan online yang dilakukan KOBUMI di Hong Kong inilah yang membuat Janah bisa pulang ke tanah air.
Lewat Whatsaap, Janah dipandu untuk berani bicara menuntut majikannya memulangkannya bahkan menuntut upahnya. Wihana, anggota Tim Advokasi KOBUMI yang mahir berbahasa Arab melakukan pendekatan persuasif ke majikannya. Sebelumnya, majikan Janah tidak membolehkan pulang karena harus menyelesaikan kontraknya walau luka siraman air mendidih di paha dan perutnya masih meradang merah.
Jannah lanjut Elis, menceritakan berbagai perlakuan kasar yang dilakukan oleh majikanya. Setelah tersiram air mendidih itu Jannah sempat dibawa kerumah sakit, namun lukanya hanya diperban lalu dipulangkan kembali dari rumah sakit dan hanya diberikan obat anti biotik saja.
Biaya rumah sakit juga dibayar dari gaji korban sendiri yang ternyata hingga saat ini juga belum jelas jumlahnya. Walau pada tahun pertama dulu, ia pernah digaji oleh majikanya selama setahun dengan hanya 800 Dirham saja.
“Kami mencoba menggunakan pendekatan bahasa dan emosi yang ditahan agar majikan Janah luluh dan tidak memperlakukan dia secara semena mena. Alhamdulillah sekarang Janah diijinkan pulang ke tanah air. Dan untuk hak-haknya yang belum diberikan, kami akan terus menekan BNP2TKI dan Kemenaker RI agar bertanggung jawab. Sementara ini yang terpenting adalah Janah kembali sehat terlebih dahulu“, terang Wihana menjelaskan rencana pendampingan Janah di Jakarta.
Elis, anggota tim advokasi KOBUMI yang lain menguatkan pernyataan Wihana tentang upaya mereka mendampingi Janah dari jarak jauh.
"Tidak mudah memberikan konseling jarak jauh terhadap BMI di Abu Dhaby. Dalam kondisi tertekan dan sakit sering korban merasa putus asa dan kami harus bisa memberikan semangat dan motivasi agar Janah mau bangkit berjuang. Kekompakan tim juga membuat kami saling dukung mendukung untuk terus mendampingi Janah", jelas Elis..
Janah adalah satu dari jutaan perempuan Indonesia yang terpaksa menjadi pekerja di luar negeri akibat kemiskinan..Dia tidak tamat Sekolah Dasar (SD) tapi masih bisa baca tulis. Kondisi yang rentan dieksploitasi membuatnya jadi "budak" majikannya. Hal ini diakibatkan oleh sistem hukum yang tidak berpihak pada buruh.
Sementara rezim komprador yang berkuasa di negara-negara miskin terus melanjutkan kebijakan pragmatisnya dalam mengatasi kemiskinan. Terus mengirimkan buruh murah ke luar negeri sebagai solusi untuk mendapatkan devisa yang besar dan cepat. Sementara itu perlindungan BMI menjadi hal yang kontradiktif dimana "Kewajiban Stay In", "Low Salary", "Long Working Hours", "Overcharging", "Wajib menggunakan PJTKI/Agensi" menjadi modus kejahatan yang terus digunakan menghisap tenaga BMI.
Ditulis oleh Ilalang Victoria
COMMENTS