/* Youtube Responsive */ .videoyoutube{text-align:center;margin:auto;width:100%;} .video-responsive{position:relative;padding-bottom:56.25%;height:0;overflow:hidden;} .video-responsive iframe{position:absolute;top:0;left:0;width:100%;height:100%;border:0} /* CSS Only */ .post-body iframe{width:100%!important;} @media screen and (max-width:960px){ .post-body iframe{max-height:90%}} @media screen and (max-width:768px){ .post-body iframe{max-height:75%}} @media screen and (max-width:600px){ .post-body iframe{max-height:60%}} @media screen and (max-width:480px){ .post-body iframe{height:auto!important;max-height:auto!important}} .youtube-box,.youtube-frame { display:block; width:420px; height:315px; background-color:black; background-size:100%; position:relative; border:none; margin:0 auto 15px; } .youtube-box span { display:block; position:absolute; top:0; right:0; bottom:0; left:0; } .youtube-box .youtube-title { background-color:rgba(0,0,0,0.4); font:bold 15px Verdana,Arial,Sans-Serif; color:white; text-shadow:0 1px 2px black; bottom:auto; line-height:30px; height:30px; overflow:hidden; padding:0 15px; } .youtube-box .youtube-bar { background:black url('http://4.bp.blogspot.com/-7keKvgPlMUA/T7vJpi3X_YI/AAAAAAAACtw/4OUd7uHadDk/s1600/yt-bar-center.png') repeat-x top; height:35px; top:auto; } .youtube-box .youtube-bar .yt-bar-left { background:transparent url('http://4.bp.blogspot.com/-WL_y2cwe57k/T7xHS3C8tTI/AAAAAAAACug/xIqhenfa-4o/s1600/yt-bar-left.png') no-repeat top left; z-index:4; cursor:pointer; } .youtube-box .youtube-bar .yt-bar-right { background:transparent url('http://1.bp.blogspot.com/-DCNevn4jQx0/T7vJt3X3pjI/AAAAAAAACuA/uIKxoT3685M/s1600/yt-bar-right.png') no-repeat top right; } .youtube-box .youtube-play { cursor:pointer; width:83px; height:56px; top:50%; left:50%; margin:-28px 0 0 -42px; background:transparent url('http://1.bp.blogspot.com/-JVqaIffy7Ws/T7vK4-ya81I/AAAAAAAACuI/UCL8Y7G4DqE/s1600/yt-play.png') no-repeat top left; } .youtube-box .youtube-play:hover { background-position:bottom left; } .youtube-box,.youtube-frame { display:block; width:420px; height:315px; background-color:black; background-size:100%; position:relative; border:none; margin:0 auto 15px; } .youtube-box span { display:block; position:absolute; top:0; right:0; bottom:0; left:0; } .youtube-box .youtube-title { background-color:rgba(0,0,0,0.4); font:bold 15px Verdana,Arial,Sans-Serif; color:white; text-shadow:0 1px 2px black; bottom:auto; line-height:30px; height:30px; overflow:hidden; padding:0 15px; } .youtube-box .youtube-bar { background:black url('http://4.bp.blogspot.com/-7keKvgPlMUA/T7vJpi3X_YI/AAAAAAAACtw/4OUd7uHadDk/s1600/yt-bar-center.png') repeat-x top; height:35px; top:auto; } .youtube-box .youtube-bar .yt-bar-left { background:transparent url('http://4.bp.blogspot.com/-WL_y2cwe57k/T7xHS3C8tTI/AAAAAAAACug/xIqhenfa-4o/s1600/yt-bar-left.png') no-repeat top left; z-index:4; cursor:pointer; } .youtube-box .youtube-bar .yt-bar-right { background:transparent url('http://1.bp.blogspot.com/-DCNevn4jQx0/T7vJt3X3pjI/AAAAAAAACuA/uIKxoT3685M/s1600/yt-bar-right.png') no-repeat top right; } .youtube-box .youtube-play { cursor:pointer; width:83px; height:56px; top:50%; left:50%; margin:-28px 0 0 -42px; background:transparent url('http://1.bp.blogspot.com/-JVqaIffy7Ws/T7vK4-ya81I/AAAAAAAACuI/UCL8Y7G4DqE/s1600/yt-play.png') no-repeat top left; } .youtube-box .youtube-play:hover { background-position:bottom left; } /*fb-like-box responsive*/ .fb-like-box{width: 100% !important;} .fb-like-box iframe[style]{width: 100% !important;} .fb-like-box span{width: 100% !important;} .fb-like-box iframe span[style]{width: 100% !important;}

Seandainya Buruh Migran Tak Lagi Mau Jadi Pekerja Rumah Tangga

Kondisi Buruh Migran di dunia

Kondisi Buruh Migran di dunia

Judul asli artikel: Kondisi Dunia Seandainya Buruh Migran Tak Lagi Mau Jadi Asisten Rumah Tangga


Di seluruh penjuru dunia, banyak perempuan yang harus meninggalkan anggota keluarga yang mulai menua, anak yang masih belia, hingga orang tua mereka pergi mengadu nasib jauh dari rumahnya demi penghidupan yang lebih baik. Seringkali pekerjaan ini mereka ambil bukan hanya untuk mencukupi kebutuhan diri mereka sendiri, tapi sekaligus demi menanggung orang-orang yang mereka tinggalkan. Para perempuan ini bekerja di apartemen, hotel, rumah, atau area perkantoran. Mereka bekerja mengurus orang-orang lanjut usia atau sakit-sakitan, mengantar anak majikannya ke sekolah, mencuci baju dan memasak untuk keluarga tempat mereka bekerja. Malang, kerja keras para buruh migran ini dipandang remeh—atau bahkan tak dianggap sama sekali—jasa-jasa mereka tertutup oleh dinding-dinding rumah, hotel dan apartemen. Akibatnya, mereka kerap jadi sasaran empuk kekerasan dan pelecehan majikan.


Buruh migran perempuan (yang banyak ditemukan di wilayah domestik dan perhotelan) menyumbang banyak devisa bagi negara asal mereka dan punya andil besar pada edukasi awal anak majikan mereka. Negara seperti Filipina adalah penyumbang buruh migran perempuan terbesar di dunia—lebih dari 70 persen buruh migran filipina berjenis kelamin perempuan. Kendati demikian, buruh migran perempuan masih saja mendiami kelas sosial dan ekonomi paling bawah. Kasus serupa terjadi di Indonesia. Dari angka 2,3 juta WNI yang berangkat secara resmi menjadi buruh migran, 62 persennya adalah perempuan. Diperkirakan 92 persen perempuan yang berangkat dari jalur resmi itu bekerja menjadi asisten rumah tangga. Para perempuan ini rentan mengalami penyiksaan dan juga perlakuan tidak adil dari majikan. Terutama yang berangkat lewat jalur tidak resmi ataupun menjadi korban penyelundupan.

Di negara Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab, penerapan sistem Kaffala—yang memperkenankan majikan memegang visa buruh migran selama bekerja—memangkas setiap kesempatan buruh migran untuk meninggalkan majikannya yang bengis. Paspor buruh migran kerap dirampas. gaji mereka ditahan. Dan buruh migran perempuan kerap dipaksa melayani nafsu atau jadi sasaran pelecehan seksual majikan mereka. Di belahan dunia lain, ratusan perempuan asal Haiti dan Amerika Tengah sangat rentan terhadap eksploitasi para penyelundup dan kerap diurung dalam fasilitas detensi.


Pada Perayaan Hari Perempuan Internasional 2017, kami menemui Rothna Begum, peneliti hak perempuan dari Lembaga Human Rights Watch. Dia menjelaskan pada kami yang akan terjadi bila tak ada buruh migran perempuan yang bersedia melakoni pekerjaan domestik di negara-negara maju.

BROADLY: Apakah anda tahu berapa jumlah buruh migran perempuan dan di kawasan mana mereka paling banyak terserap lapangan kerja?
Rothna Begum: Kalau angka pastinya saya tak tahu. Namun ada yang menyebutkan bahwa angkanya bisa mencapai 66,6 juta orang. Di negara-negara Teluk saja, ada sekitar 2,4 juta buruh migran. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Di samping itu, ada juga buruh migran perempuan yang tak bekerja di ranah domestik. Seringkali jika kita bicara tentang buruh migran perempuan maka kita bakal menyinggung buruh migran yang pekerjaan tak terlihat. Kita kan terbiasa membayangkan buruh migran sebegai misalnya seorang pemuda yang bekerja di dalam proyek bangunan. Namun, sebenarnya beberapa area pekerjaan yang paling rentan biasanya dipenuhi oleh pekerja tanpa keahlian yang tak mendapat perlindungan undang-undang buruh, nah buruh migran perempuan banyak masuk kategori ini.

Kenapa buruh migran perempuan cenderung rentan terhadap kekerasan? Di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, buruh perempuan tidak dilindungi undang-undang ketenagakerjaan. Imbasnya, tercipta segolongan buruh migran yang sangat rentan menjadi target pelecehan. Kerap kali, buruh migran hidup di rumah majikan mereka, ini yang membuat keberadaan mereka tak terdeteksi. Belum lagi, mereka kerap dipaksa bekerja lebih lama dari seharusnya. Aku pernah bertemu beberapa perempuan yang dipaksa bekerja 21 jam sehari.
Apa dampaknya psikologis kondisi kerja yang buruk itu pada buruh migran perempuan?
Banyak buruh migran perempuan mengaku mereka mengalami depresi yang mendalam, terisolasi dan merasa mati rasa ketika bekerja. Imbasnya tak berhenti di ranah psikologis. Ada konsekuensi fisik juga. Beberapa buruh migran perempuan mengalami gangguan perut dan berat badan mereka terus turun drastis. Kurangnya waktu tidur juga punya dampak yang menyeramkan. Buruh perempuan migran sering dilarang duduk, jarang terlihat punya waktu istirahat dan tak pernah berhenti bekerja.

Kira-kira bakal seperti dunia ini jika tak ada buruh migran perempuan?
Masyarakat di seluruh dunia sangat bergantung pada buruh migran perempuan untuk melakukan pekerjaan domestik dan mengurusi rumah. Jika mogok, imbasnya bisa mempengaruhi kondisi ekonomi kita. Banyak dari kita tak akan bisa dengan tenang mengerjakan pekerjaan di kantor karena banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan seperti mengantar anak ke sekolah atau mengurus orang yang kita sayangi atau mereka yang sedang sakit. Banyak pekerjaan yang dikerjakan oleh buruh migran perempuan sehingga ekonomi kita tetap berjalan. Tanpa buruh migran, ekonomi mandek.

Apa imbas yang dirasakan negara asal buruh migran jika gelombang pekerja migran ini berhenti?
Perempuan buruh migran ini bisa saja jadi gantungan bagi beberapa orang terdekatnya, katakanlah keluarganya. Jika mereka berhenti bekerja, tak ada aliran dana ke keluarganya. Buruh Migran perempuan bekerja untuk membayar uang sekolah anaknya, membeli tanah dan membangun rumah. Beberapa malah mengumpulkan modal untuk memulai bisnis ketika mereka pulang kampung. Makanya, adalah sangat penting untuk memberikan perlindungan hukum bagi buruh migran perempuan. Mereka juga harus terus diberi dukungan agar terbebas dari pelecehan. Buruh migran perempuan jelas berhak atas lingkungan kerja yang aman dan gaji yang dijanjikan sehingga mereka bisa mengirim hasil jerih payah mereka kepada keluarga mereka di kampung halaman. (VICE)


Pertama sekali diterbitkan di BROUDLY.

COMMENTS

BLOGGER
Nama

BURUH,90,DAPUR,2,E-BOOK,6,IDONESIA TENGAH,2,INDONESIA BARAT,14,INDONESIA TIMUR,1,INFO MIGRAN,146,INFO PERATURAN,41,INTERNASIONAL,37,Kobumi TV,54,LUAR NEGERI,40,NASIONAL,57,OPINI,5,PETANI,6,RELEASE,29,RELEASE BURUH,9,RELEASE KOBUMI,5,RELEASE PETANI,4,RELEASE PPRI,3,RESENSI,1,SAMIN,55,SEJARAH,1,SEKOLAH MIGRAN,49,SOLIDARITAS,36,TOKOH,2,
ltr
item
KOBUMI: Seandainya Buruh Migran Tak Lagi Mau Jadi Pekerja Rumah Tangga
Seandainya Buruh Migran Tak Lagi Mau Jadi Pekerja Rumah Tangga
Kondisi Buruh Migran di dunia
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ35GZEZGrE4co102VHx-GKRKimHjPAZrpQFrUO42fOI0kIUOq62JiXL9tF3TLzR-uoSZCi8NDXzFpnxN4ogm2j3fGX1fZmb4FWQI7PKSrxRjAOMUA9j_gqU2kHf5vsC8sMKU8rKRwJs8/s640/persfektif-kondisi-dunia-seandainya-buruh-migran-tak-lagi-mau-jadi-pekerja-rumah-tangga.jpeg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ35GZEZGrE4co102VHx-GKRKimHjPAZrpQFrUO42fOI0kIUOq62JiXL9tF3TLzR-uoSZCi8NDXzFpnxN4ogm2j3fGX1fZmb4FWQI7PKSrxRjAOMUA9j_gqU2kHf5vsC8sMKU8rKRwJs8/s72-c/persfektif-kondisi-dunia-seandainya-buruh-migran-tak-lagi-mau-jadi-pekerja-rumah-tangga.jpeg
KOBUMI
https://kobumi.blogspot.com/2017/10/seandainya-buruh-migran-tak-lagi-mau-jadi-pekerja-rumah-tangga.html
https://kobumi.blogspot.com/
https://kobumi.blogspot.com/
https://kobumi.blogspot.com/2017/10/seandainya-buruh-migran-tak-lagi-mau-jadi-pekerja-rumah-tangga.html
true
3067231038423991292
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All BACA JUGA ARTIKEL INI LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy