Kisah tentang BMI yang di PHK di Hong Kong
![]() |
Sudah seminggu ia hidup tanpa majikan, tinggal di tempat agen dengan puluhan buruh migran yang bernasib sama dengannya. Di PHK!
Berkeliling Victoria Park menikmati gerimis, akh .. rasanya lain sekali. Di dalam gerimis masih ada buruh merpati dan kenari yang melompat lompat dan berkicau di atas dahan pohon-pohon yang tumbuh di taman ini.
Kicaun mereka menyatu dengan irama gerimis yang dingin, bahkan di sela gelak cekikik kawan kawan yang berteduh di bawah pohon yang mereka tinggali. Opss… seekor buruh berak dan jatuh tepat di ujung sepatu Martina, ia mengumpat dengan bahasa jawa timuran yang sangat akrab….
“ Diaaannn…….coooeek!”
kemudian melihat ke atas dahan tempat burung tadi hinggap, saat menenggakkan wajahnya burung yang yang disebelahnya menyusul buang kotoran “ Cruttt… “ begitulah bunyinya dan Martina menyaksikan dengan mata kepalanya saat kotoran itu keluar dari dubur burung merpati . Refleks ia menggerakan payungnnya untuk melindungi wajahnya dari tetesan kotoran burung merpati tadi. Untuk kedua kalinya ia dengan suara keras.
“Coooeeekkkk….. manuk kurang ajar koen yoh”.
Ia mengumpat sambal berjingkrak jingrak kesal di bawah gerimis yang dingin. Dua burung merpati terbang diantara senang dan ketakutan, seolah mengejek Martina yang sudah seminggu di PHK dan belum dapat kerja.
Seorang perempuan berdiri tersenyum melihat tingkah Martina, bibirnya yang menggigil seperti enggan memanggil Martina yang sedang kesal karena kotoran burung merpati tadi. Ia terus mengamati ocehannya, logat jawa timurnya begitu kental, mengingatkan pada kekasih perempuannya yang meninggalkannya sebulan yang lalu. Ia memilih kembali ke tanah air karena tidak tahan dengan kehidupan di lingkungan kerjanya. Saat itulah kepedihan begitu terasa memeluk keduannya. Tapi ya sudahlah, memang seperti ini hidup yang harus dijalani sebagai Buruh migran. Menjadi gelandangan ketika tak punya majikan. Menjadi budak ketika bekerja tanpa jaminan batasan waktu bekerja. Menjalani sepi ketika kesedihan bertubi tubi tak berhenti. “ eemmhhh… “Ia mendesah coba melempar keresahannya. Membetulkan letak syal yang sudah berasa mencekik lehernya karena memory tadi. Kemudian perempuan bernama Ratna itu memainkan gitarnya mengusir sepi, menyanyikan lagu “ Titik Api Matahari” lagu itulah yg selalu memberi kekuatan untuk bertahan dalam kesediahan yang menimpanya. Ia menyanyikannya keras keras. Seolah ingin mengusir gerimis agar Victoria park penuh lagi dengan riang buruh migran.
Setelah mengoceh, Martina membersihkan ujung sepatunya. Ia terkesima dengan syair lagu yang di nyanyiakn Ratna dengan riang gembira . bahkan diikuti oleh beberapa buruh migran yang duduk di sekitarnya . Martina mendekat, membatalkan niatnya berkeliling Victoria Park. Ia memutuskan duduk bersama ratna dan kawan kawan. Ikut tenggelam dalam lagu- lagu yang dimainkan ratna. ia melupakan Kegundahannya. kegundahan pada agen yang mengancamnya tidak akan mencarikan majikan karena ia menuntut sebulan gaji terakhirnya yang ditahan mantan majikannya. Kegundahan pada nasib kedua anaknya yang sedang berada dalam ancaman D O (drop out ) dari sekolahnannya karena SPP yang belum di bayar berbulan bulan. Kegundahan karena suaminya yang sudah menghamili teman sepermainanya saat di kampung. Kegundahan pada bagaimana membayar hutang bank yang harus dia angsur setiap bulan. Kegundahan karena belum juga mendapatkan majikan, dan tumpukan kegundahan yang lainnya. Tak terasa Martina bernyanyi dengan suara paling keras dan berlinang air mata. Ratna menghentikan gitarnya, memperhatikan Martina yang bernyanyi tanpa gitar lagi sambil melongo.
Gerimis berhenti , tanpa berkata keduannya meninggalkan bangku tempat tadi bernyanyi. Mereka berjalan menuju ke warung kopi lesehan bu Ria di bawah jembatan. Segelas Kopi Untuk Martina dan kegundahannya. Persahabatan baru dimulai, Ratna mengajari dan membantu memecah kegundahan demi kegundahan.
Gerimis benar benar berhenti, setitik matahari senja menggariskan pelangi di Victoria Park.
Wonderland Villas, bersama Martina.
Seorang perempuan berdiri tersenyum melihat tingkah Martina, bibirnya yang menggigil seperti enggan memanggil Martina yang sedang kesal karena kotoran burung merpati tadi. Ia terus mengamati ocehannya, logat jawa timurnya begitu kental, mengingatkan pada kekasih perempuannya yang meninggalkannya sebulan yang lalu. Ia memilih kembali ke tanah air karena tidak tahan dengan kehidupan di lingkungan kerjanya. Saat itulah kepedihan begitu terasa memeluk keduannya. Tapi ya sudahlah, memang seperti ini hidup yang harus dijalani sebagai Buruh migran. Menjadi gelandangan ketika tak punya majikan. Menjadi budak ketika bekerja tanpa jaminan batasan waktu bekerja. Menjalani sepi ketika kesedihan bertubi tubi tak berhenti. “ eemmhhh… “Ia mendesah coba melempar keresahannya. Membetulkan letak syal yang sudah berasa mencekik lehernya karena memory tadi. Kemudian perempuan bernama Ratna itu memainkan gitarnya mengusir sepi, menyanyikan lagu “ Titik Api Matahari” lagu itulah yg selalu memberi kekuatan untuk bertahan dalam kesediahan yang menimpanya. Ia menyanyikannya keras keras. Seolah ingin mengusir gerimis agar Victoria park penuh lagi dengan riang buruh migran.
Setelah mengoceh, Martina membersihkan ujung sepatunya. Ia terkesima dengan syair lagu yang di nyanyiakn Ratna dengan riang gembira . bahkan diikuti oleh beberapa buruh migran yang duduk di sekitarnya . Martina mendekat, membatalkan niatnya berkeliling Victoria Park. Ia memutuskan duduk bersama ratna dan kawan kawan. Ikut tenggelam dalam lagu- lagu yang dimainkan ratna. ia melupakan Kegundahannya. kegundahan pada agen yang mengancamnya tidak akan mencarikan majikan karena ia menuntut sebulan gaji terakhirnya yang ditahan mantan majikannya. Kegundahan pada nasib kedua anaknya yang sedang berada dalam ancaman D O (drop out ) dari sekolahnannya karena SPP yang belum di bayar berbulan bulan. Kegundahan karena suaminya yang sudah menghamili teman sepermainanya saat di kampung. Kegundahan pada bagaimana membayar hutang bank yang harus dia angsur setiap bulan. Kegundahan karena belum juga mendapatkan majikan, dan tumpukan kegundahan yang lainnya. Tak terasa Martina bernyanyi dengan suara paling keras dan berlinang air mata. Ratna menghentikan gitarnya, memperhatikan Martina yang bernyanyi tanpa gitar lagi sambil melongo.
Gerimis berhenti , tanpa berkata keduannya meninggalkan bangku tempat tadi bernyanyi. Mereka berjalan menuju ke warung kopi lesehan bu Ria di bawah jembatan. Segelas Kopi Untuk Martina dan kegundahannya. Persahabatan baru dimulai, Ratna mengajari dan membantu memecah kegundahan demi kegundahan.
Gerimis benar benar berhenti, setitik matahari senja menggariskan pelangi di Victoria Park.
Wonderland Villas, bersama Martina.
COMMENTS