PRT Indonesia yang di PHK sepihak oleh majikan
Kumulai cerita ini karena aku di interminit atau di pehaka. Kutulis perjalananku pulang sejak tiba di Bandara Soekarno hatta – Jakarta. Dengan pesawat GARUDA INDONESIA. Ini adalah sebaris kisah perjalanan yang aku jalani di Hongkong hingga pulang lagi ke tanah air ku Indonesia karena di pehaka. Kisah yang aku lalui penuh dengan perjalanan-perjalanan yang sulit dan menyedihkan.
Hongkong di malam yang panjang itu, aku lewati bersama mbak Zee dan mbak Rani. Selama di bis dari taman Victoria Park menuju Tuenmun V City kami turun ditempat berbeda walau satu arah yang sama. Mbak Zee banyak berpesan agar aku hati-hati saat aku pulang menghadapi orang-orang dari PT-ku yang penuh dengan sifat-sifat licik mereka. Dia berpesan kepada ku bahwa aku tidak perlu takut menghadapi masalah ini. Aku jadi teringat dengan masalahku.
Aku baru sekitar 3 bulan jalani kontrak kerja sebagai PRT di Hongkong tapi jadi korban PHK karena mengadu ke KJRI. Aku mengadukan masalahku ditempat kerjaku karena sudah tidak tahan lagi dengan kondisi kerja di rumah majikanku. Yang kerja di rumah itu ada tiga orang PRT dan sebagai PRT baru aku kebagian tugas bersih-bersih.
Oleh 2 PRT yang lain aku sering dipojokin dan mendapat perlakuan kasar bahkan majikanku kemudian tidak membayar gajiku. Aku nggak tahu kenapa majikanku nggak mau bayar terlebih aku sering dapat tekanan dan perlakuan kasar dari 2 PRT lainnhya. Setelah kuadukan, majikanku malah nuduhku melarikan diri dan dia tidak mau menerimaku lagi kerja di rumahnya. Begitulah ceritaku di PHK dan akhirnya tinggal sementara di agen sebelum dipulangkan.
Teman-teman yang membantuku sudah menemukan majikan baru untukku tapi aku harus pulang dulu menunggu visa kerjaku di tanah air. Rencana awalnya begitu turun di Jakarta akan dijemput oleh suaminya mbak Zee untuk menemani aku sampai jadwal penerbanganku menuju Semarang dan setiba aku di Bandara Semarang ada sepupunya mbak Umi yang menjemput aku dan menemani aku pulang dan bertemu orang PT.
Malam itu aku dan mbak Rani turun di Tuenmun Secondary School. Dari bus stop kami jalan kearah kiri menuju tangga di sebelah kiri Shopping Center. Tangga itu membawa langkah kita menuju jalan raya menyusuri pinggir mall tersebut yang mengarah ke stasiun bis. Disitu mbak Rani berpesan kepadaku untuk ingat jalan yang aku susuri bersama dia malam itu.
"Dik kamu jangan sampai telat ya besok kalau jam 9 kamu terbang maka kamu harus bangun pagi jam setengah 6. Kamu harus sudah keluar dari rumah," kata mbak Rani malam itu sebelum berpisah.
Malam itu mbak Rani sahabatku mengantarku hingga depan rumah agentku. Dia kuatir banget jika aku tidak bisa balik.aku sering nyasar melulu kalau disuruh pulang atau pergi sendiri.
Sesampainya aku di rumah Siuce (pemilik agen tenaga kerja di Hong Kong) juga berpesan samaku harus hati-hati dan jaga diri baik-baik, Jangan lupa hubungi aku jika kamu sudah sampai rumah. Besok kamu diantar dengan mbak yang baru saja diinterminit (PHK) juga. Sekarang kamu cepat beresin barang- barangmu supaya besok tidak terlambat.
”See you next time. Take care, and don’t forget to always call me for your information when you in Indonesia. Bye bye,” katanya mengantar aku ke pintu keluar dan menutup pintu.
Setelah itu, aku beresin pakaianku dibantu oleh anak yang baru datang tadi. Semalaman aku tidak bisa tidur. Selesai beres-beres aku langsung mandi dan tidur tapi begitu susah mataku terpejam menunggu datangnya hari esok.
Besoknya, bangun pagi-pagi sekali aku segera bergegas menuju kamar mandi. Biasa, rutinitas tiap pagi di Hongkong sini kita tidak boleh mandi hanya cuci muka, gosok gigi lalu buru-buru ganti baju dan segera bergegas menuju stasiun bis. Aku naik bis E-33 jurusan Airport. Perjalanan yang ditempuh sekitar 1 jam, turun langsung check in lalu mbak yang tidak kutahu namanya itu mengantarku ke bandara. Duduk menemaniku menunggu penerbangan sambil sarapan di Bandara Hong Kong.
Pengeras suara memberitahukan waktu penerbangan sudah tiba dan aku harus berpisah dengan mbak yang tidak kutahu namanya itu. Aku jalan agak bergegas, ada banyak orang sepertiku yang menuju pesawat Garuda. Perjalanan ke Jakarta ditempuh 41/2 jam.
Sesampai di bandara aku langsung mencopot nomor HP Hongkong yg sudah tidak bisa terpakai. Aku menelpon suaminya mbak Zee dan memberi kabar kepada sepupunya mb Umi. Eh sesampainya di Jakarta ada perubahan rencana, aku tidak jadi turun di bandara Semarang dan terpaksa harus turun di bandara Jakarta, membatalkan penerbangan menuju Semarang.
Setelahku bertemu dengan mas Dudhi, rencana pulang sempat kutanyakan dengan suaminya mbak zee itu. Aku sempat bingung harus nerusin ke Semarang atau mau berhenti di Jakarta saja. Karena mutuskan untuk berhenti d Jakarta, aku bingung soal bagasi dan mas Dudi bilang "Ya udah coba kita masuk tanya sama mereka boleh tidak diambil bagasinya?"
Setelah itu aku dan mas Dudi masuk dan bertanya ke bagian tiket dan bilang bahwa tiketnya mungkin bisa batal tapi tidak bisa cair uangnya karena pembelian tiket itu terjadi bukan di Negara Indonesia tetapi terjadi sewaktu di Hongkong.
”Ya sudahlah pak kalau begitu hangus tidak apa-apa yang penting bapak tolong keluarin bagasi saya ya pak?” kataku pada bapak penjaga itu. Bapak itu menjawab, ”Sudah mbak, saya mau ke dalam buat ngambil bagasinya. Mbak tunggu saja diluar, duduk saja disini“.
Saya jawab, ”Ya sudah pak tetapi benar ambikan barang saya ya pak."
”Oh ya mbak, kopernya mbak itu berwarna apa? Dan apa ada barang lain selain koper itu mungkin mbak?” tanya bapak itu lagi agak ragu.
”koper saya berwarna ungu dengan tas rasel berwarna hitam, jawab saya singkat.
Bapak itu masuk ke dalam dan mengecek. Tak lama dia malah dia keluar lagi dan mengatakan,"Mbak itu tadi barangnya mbak sudah ditata rapi kedalam pesawat dan kita harus menyuruh orang untuk mengambil barang tersebut dan orang itu minta uang rokok."
"Tapi pak saya tidak membawa uang rupiah, mintanya berapa? tanyaku sambil menghampiri suaminya mbak Zee dan bilang bahwa orang dalam itu mau ngeluarin bagasi tapi mereka minta uang rokok.
"Ya udah biar saya urus dengan mereka," jawab mas Dudhi. Dari jauh mereka terlihat berdebat sengit dan akhirnya aku nyamperin orang yang ngambil barang itu dan langsung sodorkan uang agar mereka tidak pada ribut.
Aku pulang menuju rumah mas Dudi karena waktu sudah sore takut terjebak macet juga akhirnya keputusan temen-temen Kobumi adalah aku istirahat di tempatnya mas Dudi dan pagi harinya menuju sekrenya SBMI.
Hongkong di malam yang panjang itu, aku lewati bersama mbak Zee dan mbak Rani. Selama di bis dari taman Victoria Park menuju Tuenmun V City kami turun ditempat berbeda walau satu arah yang sama. Mbak Zee banyak berpesan agar aku hati-hati saat aku pulang menghadapi orang-orang dari PT-ku yang penuh dengan sifat-sifat licik mereka. Dia berpesan kepada ku bahwa aku tidak perlu takut menghadapi masalah ini. Aku jadi teringat dengan masalahku.
Aku baru sekitar 3 bulan jalani kontrak kerja sebagai PRT di Hongkong tapi jadi korban PHK karena mengadu ke KJRI. Aku mengadukan masalahku ditempat kerjaku karena sudah tidak tahan lagi dengan kondisi kerja di rumah majikanku. Yang kerja di rumah itu ada tiga orang PRT dan sebagai PRT baru aku kebagian tugas bersih-bersih.
Oleh 2 PRT yang lain aku sering dipojokin dan mendapat perlakuan kasar bahkan majikanku kemudian tidak membayar gajiku. Aku nggak tahu kenapa majikanku nggak mau bayar terlebih aku sering dapat tekanan dan perlakuan kasar dari 2 PRT lainnhya. Setelah kuadukan, majikanku malah nuduhku melarikan diri dan dia tidak mau menerimaku lagi kerja di rumahnya. Begitulah ceritaku di PHK dan akhirnya tinggal sementara di agen sebelum dipulangkan.
Teman-teman yang membantuku sudah menemukan majikan baru untukku tapi aku harus pulang dulu menunggu visa kerjaku di tanah air. Rencana awalnya begitu turun di Jakarta akan dijemput oleh suaminya mbak Zee untuk menemani aku sampai jadwal penerbanganku menuju Semarang dan setiba aku di Bandara Semarang ada sepupunya mbak Umi yang menjemput aku dan menemani aku pulang dan bertemu orang PT.
Malam itu aku dan mbak Rani turun di Tuenmun Secondary School. Dari bus stop kami jalan kearah kiri menuju tangga di sebelah kiri Shopping Center. Tangga itu membawa langkah kita menuju jalan raya menyusuri pinggir mall tersebut yang mengarah ke stasiun bis. Disitu mbak Rani berpesan kepadaku untuk ingat jalan yang aku susuri bersama dia malam itu.
"Dik kamu jangan sampai telat ya besok kalau jam 9 kamu terbang maka kamu harus bangun pagi jam setengah 6. Kamu harus sudah keluar dari rumah," kata mbak Rani malam itu sebelum berpisah.
Malam itu mbak Rani sahabatku mengantarku hingga depan rumah agentku. Dia kuatir banget jika aku tidak bisa balik.aku sering nyasar melulu kalau disuruh pulang atau pergi sendiri.
Sesampainya aku di rumah Siuce (pemilik agen tenaga kerja di Hong Kong) juga berpesan samaku harus hati-hati dan jaga diri baik-baik, Jangan lupa hubungi aku jika kamu sudah sampai rumah. Besok kamu diantar dengan mbak yang baru saja diinterminit (PHK) juga. Sekarang kamu cepat beresin barang- barangmu supaya besok tidak terlambat.
”See you next time. Take care, and don’t forget to always call me for your information when you in Indonesia. Bye bye,” katanya mengantar aku ke pintu keluar dan menutup pintu.
Setelah itu, aku beresin pakaianku dibantu oleh anak yang baru datang tadi. Semalaman aku tidak bisa tidur. Selesai beres-beres aku langsung mandi dan tidur tapi begitu susah mataku terpejam menunggu datangnya hari esok.
Besoknya, bangun pagi-pagi sekali aku segera bergegas menuju kamar mandi. Biasa, rutinitas tiap pagi di Hongkong sini kita tidak boleh mandi hanya cuci muka, gosok gigi lalu buru-buru ganti baju dan segera bergegas menuju stasiun bis. Aku naik bis E-33 jurusan Airport. Perjalanan yang ditempuh sekitar 1 jam, turun langsung check in lalu mbak yang tidak kutahu namanya itu mengantarku ke bandara. Duduk menemaniku menunggu penerbangan sambil sarapan di Bandara Hong Kong.
Pengeras suara memberitahukan waktu penerbangan sudah tiba dan aku harus berpisah dengan mbak yang tidak kutahu namanya itu. Aku jalan agak bergegas, ada banyak orang sepertiku yang menuju pesawat Garuda. Perjalanan ke Jakarta ditempuh 41/2 jam.
Sesampai di bandara aku langsung mencopot nomor HP Hongkong yg sudah tidak bisa terpakai. Aku menelpon suaminya mbak Zee dan memberi kabar kepada sepupunya mb Umi. Eh sesampainya di Jakarta ada perubahan rencana, aku tidak jadi turun di bandara Semarang dan terpaksa harus turun di bandara Jakarta, membatalkan penerbangan menuju Semarang.
Setelahku bertemu dengan mas Dudhi, rencana pulang sempat kutanyakan dengan suaminya mbak zee itu. Aku sempat bingung harus nerusin ke Semarang atau mau berhenti di Jakarta saja. Karena mutuskan untuk berhenti d Jakarta, aku bingung soal bagasi dan mas Dudi bilang "Ya udah coba kita masuk tanya sama mereka boleh tidak diambil bagasinya?"
Setelah itu aku dan mas Dudi masuk dan bertanya ke bagian tiket dan bilang bahwa tiketnya mungkin bisa batal tapi tidak bisa cair uangnya karena pembelian tiket itu terjadi bukan di Negara Indonesia tetapi terjadi sewaktu di Hongkong.
”Ya sudahlah pak kalau begitu hangus tidak apa-apa yang penting bapak tolong keluarin bagasi saya ya pak?” kataku pada bapak penjaga itu. Bapak itu menjawab, ”Sudah mbak, saya mau ke dalam buat ngambil bagasinya. Mbak tunggu saja diluar, duduk saja disini“.
Saya jawab, ”Ya sudah pak tetapi benar ambikan barang saya ya pak."
”Oh ya mbak, kopernya mbak itu berwarna apa? Dan apa ada barang lain selain koper itu mungkin mbak?” tanya bapak itu lagi agak ragu.
”koper saya berwarna ungu dengan tas rasel berwarna hitam, jawab saya singkat.
Bapak itu masuk ke dalam dan mengecek. Tak lama dia malah dia keluar lagi dan mengatakan,"Mbak itu tadi barangnya mbak sudah ditata rapi kedalam pesawat dan kita harus menyuruh orang untuk mengambil barang tersebut dan orang itu minta uang rokok."
"Tapi pak saya tidak membawa uang rupiah, mintanya berapa? tanyaku sambil menghampiri suaminya mbak Zee dan bilang bahwa orang dalam itu mau ngeluarin bagasi tapi mereka minta uang rokok.
"Ya udah biar saya urus dengan mereka," jawab mas Dudhi. Dari jauh mereka terlihat berdebat sengit dan akhirnya aku nyamperin orang yang ngambil barang itu dan langsung sodorkan uang agar mereka tidak pada ribut.
Aku pulang menuju rumah mas Dudi karena waktu sudah sore takut terjebak macet juga akhirnya keputusan temen-temen Kobumi adalah aku istirahat di tempatnya mas Dudi dan pagi harinya menuju sekrenya SBMI.
COMMENTS